AS Ngotot Jual Senjata Rp325 T ke UEA, Orang HAM Teriak: Sinyal Penting Sampai ke Biden...
Tak kurang dari 29 organisasi pengawas senjata dan hak asasi manusia (HAM) internasional mengkritik tajam Amerika Serikat (AS). Gara-garanya, Negeri Paman Sam itu menandatangani kesepakatan jual beli senjata dengan Uni Emirat Arab (UEA).
Washington dituding mendukung tindakan penindasan kemanusiaan yang dilakukan UEA di Libya dan Yaman. Kesepakatan itu mencapai 23 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 325 triliun, yang disepakati Pemerintahan Donald Trump.
Baca Juga: Senjata-senjata Israel Diidentifikasi Habisi Ilmuwan Militer Iran, Siap Balas Dendam?
Padahal, anggota DPR kubu Demokrat menolak transaksi tersebut. Namun anggota Senat yang mayoritas diisi Republik melanjutkan kesepakatan tersebut. Penjualan itu disetujui, menyusul perjanjian yang ditengahi AS September lalu, di mana UEA setuju menormalisasi hubungan dengan Israel.
“Kami berharap penjualan ini dihentikan,” kata Seth Binder, petugas advokasi Proyek Demokrasi Timur Tengah, yang mempelopori upaya tersebut, dilansir Al Jazeera, kemarin.
“Ini mengirimkan sinyal penting kepada pemerintahan Joe Biden yang akan datang bahwa ada berbagai kelompok organisasi yang menentang pengiriman senjata ini,” tambahnya.
Surat dari kelompok HAM dikirim ke anggota parlemen dan Departemen Luar Negeri. Isinya menegaskan, penjualan senjata yang direncanakan itu akan terus merugikan warga sipil.
Bahkan memperburuk krisis kemanusiaan akibat konflik di Yaman dan Libya. Surat itu juga ditandatangani organisasi HAM dari Timur Tengah. Termasuk, Institut Kairo untuk Studi Hak Asasi Manusia. Kedutaan UEA mengatakan dalam sebuah pernyataan.
“Sesuai dengan kepentingan dan nilai-nilai AS, militer UEA yang berkemampuan tinggi berupaya keras mencegah aksi kekerasan.”
Awal bulan ini, tiga Senator AS mengusulkan Undang-Undang untuk menghentikan penjualan senjata itu. Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang dilego itu mencakup drone dari General Atomics, Lockheed Martin Corp F-35 dan rudal buatan Raytheon.
Sebagai informasi, Undang- undang AS mengizinkan para senator mendesak pemungutan suara pada resolusi ketidaksetujuan atas kesepakatan penjualan senjata utama. Namun untuk menjadi resolusi, pertama-tama harus lolos dari Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Langkah itu juga membutuhkan dukungan dua pertiga mayoritas di Senat, yang dipimpin Republik dan DPR yang dipimpin Demokrat.
Senator Demokrat Chris Murphy, sponsor resolusi penola- kan itu menanggapi di Twitter: “Masih ada sejumlah besar masalah yang belum selesai, dan pertanyaan yang tidak dapat dijawab Pemerintah."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto