Tanggapi Temuan Amnesty International, Polri: Kalau Mereka Anarkis Tak Mungkin Kami Elus-elus
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menyatakan pihaknya belum menerima aduan terkait kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap demonstran selama terjadinya gelombang aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
"Saya sudah kroscek ke Polda Metro Jaya dan Polda jajaran dan Divpropam di Yanduan (pelayanan pengaduan), sampai detik ini tidak ada laporan kekerasan yang dilakukan oleh Polri," kata Awi di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis.
Hal tersebut menanggapi pernyataan dari Amnesty International Indonesia yang menyebut Polri telah melakukan kekerasan terhadap sejumlah demonstran saat aksi demonstrasi menentang UU Cipta Kerja.
Awi memastikan Polri sudah bertindak profesional dan proporsional dalam menangani aksi unjuk rasa tersebut.
Awi menambahkan langkah awal yang dilakukan anggota Polri pada saat terjadi aksi yang mengarah ke anarkis adalah dengan memberikan perintah lisan berupa imbauan-imbauan untuk menenangkan massa. Dia memastikan dalam tahap ini para anggota yang bertugas tidak membawa alat apapun.
"Kendali tangan kosong, di dalmas awal itu polwan dan polisi dikedepankan tanpa alat," katanya.
Menurut dia, penggunaan alat seperti tongkat itu perlu dalam penanganan aksi massa yang anarkis.
"Kalau mereka anarkis, tidak mungkin kami elus-elus," katanya.
Amnesty International Indonesia menyebut aparat kepolisian telah melakukan tindak kekerasan saat mengamankan unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja beberapa waktu lalu. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, berdasarkan hasil temuan pihaknya bersama Crisis Evidence Lab dan Digital Verification Corps Amnesty International, polisi yang melakukan pengamanan di sejumlah wilayah diduga telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Temuan itu diketahui setelah ketiga lembaga tersebut melakukan verifikasi terhadap 51 video aksi kekerasan. Menurut Usman, respons aparat kepolisian terhadap pengunjuk rasa telah melecehkan kebebasan berpendapat.
“Sebagian mereka sayangnya direspons dengan kekerasan yang luar biasa, termasuk pemukulan, penyiksaan, dan juga pelakuan buruk lain yang menunjukan pelecehan terhadap kebebasan mereka berkumpul, dan juga menyatakan pendapat,” kata Usman dalam konferensi pers secara daring, Rabu (2/12/2020).
Dari 51 video yang diteliti, ia mengungkapkan, ditemukan adanya 43 insiden kekerasan terhadap aksi penyampaian pendapat pada 6 Oktober hingga 10 November lalu. Selain itu, Amnesty juga mencatat ada 402 korban kekerasan polisi selama aksi yang sama di 15 provinsi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: