Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Catat Nih Bahaya yang Mengancam Kalau Pakai Plastik Kemasan yang Mengandung BPA

Catat Nih Bahaya yang Mengancam Kalau Pakai Plastik Kemasan yang Mengandung BPA Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Organisasi jurnalis dunia yang peduli terhadap lingkungan, Orb Media belakangan ini mengungkapkan dalam hasil investigasinya bahwa dalam air kemasan berpotensi mengandung zat kimia yang tercemar dari plastik.Belakangan ini, plastik kemasan yang mengandung BPA menjadi sorotan para peneliti. BPA adalah adanya senyawa lain yang berfungsi menghasilkan plastik polikarbonat yang kuat dan tangguh dan mengandung racun.

Partikel plastik BPA bisa menimbulkan gangguan kesehatan,berbahaya bagi bayi dan balita, bahkan bisa berpotensi memicu penyakit kanker, plastik BPA disarankan tidak lagi dipakai untuk kemasan plastik minuman dan makanan, apalagi kemasannya digunakan dalam keadaan panas dan dipakai berulang kali.

Menurut dr Dian Kristiani, Direktur Klinik Dian Perdana Medika, Jawa Tengah mengingatkan tentang bahaya Bisphenol A yang terkandung di dalam plastik. “Plastik BPA berbahaya bagi bayi karena terbukti dapat memengaruhi berat badan lahir, perkembangan hormonal, perilaku dan resiko kanker di kemudian hari. Sementara itu, penggunaan plastik BPA juga dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan berikut : sindrom ovarium polikistik (PCOS) persalinan prematur,” tutur Dr Dian Kristiani saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Baca Juga: Hati-Hati Bunda, Galon Plastik Isi Ulang Mengandung BPA

Akan tetapi, menurut Dr Dian Kristiani, ketergantungan manusia kepada plastik sangat tinggi. Maka dari itu harus pandai-pandai memilih plastik yang aman bagi kesehatan. Begitu juga memilih makanan atau minuman, pilihlah yang sudah menggunakan plastik yang aman. Tidak menganudng BPA. Alias, BPA free.

“Bahan BPA merupakan bahan yang telah lama digunakan untuk mengeraskan plastik, termasuk botol minuman dan kotak tempat makanan yang dapat dipakai ulang. Bahan ini juga umumnya terdapat pada kaleng susu formula untuk mencegah karat, botol susu bayi, dan beberap perlengkapan balita,” tandas dr Dian Kristiani. 

"Yang lebih bahaya lagi, kalau yang kita konsumsi sehari - hari, yaitu di galon kemasan isi ulang yang bahan galon-nya mengandung BPA," pesan dokter Dian.

Sebagai contoh jika seorang Ibu mempersiapkan susu formula untuk bayinya, untuk botol susunya sudah free BPA, kemasan susu formulanya juga sudah free BPA. Coba bayangkan jika susu tersebut diseduh dengan menggunakan air yang keluar dari mesin dispenser galon isi ulang  terbuat dari Polikarbonat yang mempunyai kandungan BPA, sangat disayangkan jika air yang keluar diduga tercemar BPA yang luruh dalam air dan tercampur dalam susu yang hendak dikonsumsi bayi dalam jangka panjang, tentu saja hal ini akan mempengaruhi kesehatan bayi, karena usia Balita sangat rentan terhadap efek dari BPA.

Lebih jauh menurut Iwan Nefawan, Ahli Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan mengatakan, Plastik BPA itu Bisphenol A adalah zat tambahan kimia untuk pembuatan kemasan plastik berbahan PVC (kode3) dan PC (kode 7).

“Hal itu bisa menimbulkan dampak kesehatan kalau dalam dosis rendah,  salah satunya akan mneimbulkan perubahan permanen dalam organ kemaluan, meningkatkan kadar prostate, menurunkan hormon testoteron. Artinya kurang kuat untuk mendapatkan keturunan. Dia juga  bisa menyebabkan kanker, terutama kanker payudara. Terutama pada kelompok rentan seperti bayi, anak-anak, manula dan ibu hamil,”  ungkap Iwan Nefawan pada Selasa (1/12) lalu.

Baca Juga: Covid-19 Serang Seluruh Dunia, Ekspor Plastik RI Tembus Rp23,77 Triliun

.

Malah menurut Iwan Nefawan, penggunaan BPA di dalam plastik sudah dilarang pihak Badan POM. BPA itu sangat berbahaya. Semestinya sudah tidak digunakan lagi untuk kemasan minuman ataupun makanan.

“Enggak boleh karena BPA itu masuk kelompok mikroplastik, kecil sekali. Walaupun dalam waktu pendek tak menyebabkan dampak langsung, tapi ke depan bisa muncul dampak lainnya,” tanda Iwan Nefawan.

Lantas bagaimana solusinya? Bagi negara – negara sudah maju sudah mengganti BPA dengan bahan lain yang lebih aman. Sejak tahun 2010, misalnya,  pemerintah Kanada sudah melarang penggunaan plastik BPA pada botol minum bayi. Penggantinya adalah BPS (bisphenol-S) dan BPF bisphenol-F (bisphenol-F).

Begitu juga Austria yang  melarang BPA pada tahun 2011, Belgia (tahun 2012), Swedia (2012), Prancis (2012) dan Denmark (2013). Melalui regulasi yang ketat dari pemerintah masing-masing, mereka sudah melarang penggunaan kemasan yang berbahan baku plastik BPA. Di negara Perancis pemerintahnya telah melarang seluruh kemasan Plastik BPA.

Produsen minuman Danone Prancis yang mempunyai wilayah pemasaran di Amerika  melalui Dannon sudah mengumumkan melalui twitter resminya bahwa pihaknya tidak lagi menggunakan plastik berbahan BPA yang mengandung polikarbonat (kode plastik no 7) untuk cangkir kemasan plastik apapun. Dannon lebih memilih menggunakan kode plastik nomor 5, 6, dan 2, tergantung pada produknya. Tapi sepertinya hal ini belum berlaku secara keseluruhan, termasuk di Indonesia, Danone dengan merk dagang Aqua masih menggunakan kemasan galon isi ulang yang berbahan Polikarbonat yang mempunyai kandungan BPA( kode plastik no 7), untuk dipasarkan di Indonesia.

Herannya meski dunia  telah resmi mengeluarkan regulasi untuk  tidak menggunakan  plastik berbahan BPA untuk penggunaan kemasan makanan atau minuman, di Indonesia regulasi belum mengatur secara ketat penggunaan Polikarbonat yang mempunyai kandungan BPA( kode plastik no 7), baru hanya sebatas penerapan di Botol Bayi dan wadah makanan, dan terkait hal ini konsumen belum memahami dan menyadari bahaya dari BPA.

Di Eropa, profil zat kimia pada plastik BPA telah dipelajari di Uni Eropa selama bertahun-tahun. Pada tahun 2016, dengan mengumpulkan data-data ilmiah, Uni Eropa mereklasifikasi BPA sebagai kategori reprotoksik 1B, dari reprotoksik kategori 2, oleh ATP-9 hingga Peraturan (EC) 1272/2008 tentang 'Klasifikasi, Pelabelan dan Kemasan Zat dan Campuran (Peraturan CLP) dan penggunaan kertas termal yang sudah dibatasi penggunaannya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: