Ketika Uni Eropa Bersumpah Tambah Daftar Hitam Turki, Bagian Sanksi Ekonomi?
Uni Eropa (UE) bersumpah untuk memperluas daftar warga Turki yang menjadi sasaran larangan perjalanan dan pembekuan aset karena eksplorasi energi yang kontroversial di Mediterania timur. Namun EU menolak untuk memberikan sanksi ekonomi yang lebih menyakitkan kepada Ankara.
Para pemimpin UE memberikan izin di Brussels untuk memperluas daftar hitam (blacklist) yang sekarang terdiri dari dua karyawan Turkish Petroleum Corp sebagai respon atas perburuan gas alam Turki di Siprus. Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak individu menjadi sasaran, dan --berpotensi-- masuknya beberapa perusahaan dan organisasi pemerintah.
Baca Juga: Pengawas Obat Uni Eropa Ngaku Data Vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech Telah Dihack
Kepala pemerintah blok 27 negara itu menolak tuntutan yang dipimpin Yunani untuk mulai menyusun hukuman yang lebih keras seperti larangan transaksi antara lembaga Eropa dan bisnis Turki. Sebaliknya, mereka mengulur kemungkinan menimbang lebih banyak tindakan hukuman pada Maret jika Ankara melanjutkan tindakan konfrontasinya di Mediterania timur.
"Uni Eropa tetap berkomitmen untuk mempertahankan kepentingannya dan kepentingan negara anggotanya serta untuk menegakkan stabilitas regional," kata para pemimpin UE dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Jumat (11/12/2020) pagi di ibukota Belgia seperti dilansir dari Bloomberg, Sabtu (12/12/2020).
UE ingin agar Ankara mendapatkan konsekuensi untuk pengeborannya di perairan yang diklaim oleh Siprus dan Yunani. Pada saat yang sama, blok tersebut berharap untuk mendorong Turki ke dalam de-eskalasi dan menghindari terputusnya hubungan dengan mitra dagang utama serta sekutu utama dalam perang melawan migrasi ilegal ke Eropa dari Timur Tengah.
Hasil KTT Eropa menandai kompromi yang diperjuangkan dengan keras antara sekelompok negara UE termasuk Yunani, Siprus dan Prancis yang ingin mengejar garis keras melawan Turki dan faksi yang dipimpin Jerman ingin melangkah lebih hati-hati.
UE memberi argumen tambahan karena menunda langkah segera menuju hukuman yang lebih luas oleh kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada 3 November lalu. Ibu kota Eropa ingin bekerja sama dengannya dalam berbagai masalah termasuk Turki setelah empat tahun yang penuh ketegangan dengan Presiden Donald Trump yang akan lengser.
"Uni Eropa akan berusaha untuk mengoordinasikan masalah yang berkaitan dengan Turki dan situasi di Mediterania timur dengan Amerika Serikat," kata para pemimpin blok itu dalam pernyataan mereka.
Ankara berselisih dengan Yunani dan Siprus terkait perbatasan laut. Klaim yang tumpang tindih atas kedaulatan di perairan yang kaya akan cadangan hidrokarbon itu menyebabkan ketegangan antara angkatan laut Yunani dan Turki awal tahun ini, sementara kesepakatan untuk mengadakan dialog sejauh ini gagal terwujud. Pendudukan Turki di Siprus utara sejak 1974 telah menjadi sumber ketegangan lebih lanjut.
Yunani menyatakan bahwa pulau-pulau di Mediterania Timur harus diperhitungkan dalam menggambarkan landas kontinen suatu negara, sejalan dengan Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang belum ditandatangani Turki. Ankara berpendapat bahwa landas kontinen suatu negara harus diukur dari daratannya, dan area di selatan Kastellorizo --hanya beberapa kilometer dari pantai selatan Turki-- berada dalam zona ekonomi eksklusifnya.
“Saya berharap tidak ada provokasi baru sehingga lingkungan dapat diciptakan untuk memulai kembali kontak eksplorasi,” kata Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis setelah pertemuan para pemimpin UE.
“Ini terutama bergantung pada Turki. Yunani selalu siap untuk diskusi saat ketegangan di lapangan turun," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto