Proyek Nuklir USD24 M UEA Dibela Pakar, Disebut Aman dan Tak Timbulkan Ancaman
Pada 1 Agustus 2020, Uni Emirat Arab (UEA) menjadi negara Arab pertama yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir, ketika reaktor pertama dari empat reaktor di stasiun Barakah mencapai titik kritis. Proyek yang akan selesai pada 2021 itu telah menelan biaya USD 24 miliar dan telah menuai banyak kritik, terutama dari Qatar.
Baca Juga: Indonesia Tawarkan Kerja Sama Investasi kepada UEA dan Arab Saudi
Abu Dhabi telah menyatakan bahwa proyeknya bersifat damai. UEA telah menegaskan kembali bahwa mereka tidak berniat untuk memperkaya uraniumnya sendiri atau memproses ulang bahan bakar bekas dan bahkan telah menandatangani protokol Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk meningkatkan kemampuan inspeksi pengawas.
Tetapi bagi Qatar, keputusan UEA untuk menggunakan nuklir daripada berkonsentrasi pada pembangkit energi angin dan matahari, yang lebih murah, dan lebih mudah diakses di Teluk, telah menimbulkan tuduhan bahwa Barakah bisa lebih dari sekadar pabrik yang digunakan untuk tujuan sipil.
Namun, menurut Ephraim Asculai, peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional Israel mengatakan, bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari program nuklir UEA.
"Pembangkit nuklir mereka tidak ada hubungannya dengan tujuan militer. Bagi mereka, itu adalah pernyataan yang ditujukan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka sekarang adalah kekuatan nuklir. Ambisi nuklir telah ada dalam agenda Iran dan Suriah, tapi tidak bagi bagi UEA," ucapnya, seperti dilansir Sputnik.
Para kritikus mengatakan bahwa proyek tersebut masih menimbulkan ancaman bagi kawasan itu, terutama sehubungan dengan dugaan upaya UEA untuk mengambil jalan pintas demi keselamatan. Dalam makalahnya "Ambisi Nuklir Teluk: Reaktor Baru di Uni Emirat Arab", Paul Dorfman menjelaskan alasan mengapa pembangkit listrik Abu Dhabi sama dengan mobil tanpa kantung udara atau sabuk pengaman.
"KEPKO mengakui bahwa desain reaktor Barakah mereka tidak mengandung, bisa dibilang hal yang penting, fitur-fitur seperti penahanan reaktor tambahan atau penangkap inti, keduanya yang merupakan fitur desain yang biasanya diharapkan di semua reaktor nuklir baru di Eropa," tulisnya.
Dorfman mengklaim bahwa karena pembangkit listrik tidak memiliki langkah-langkah keamanan yang diperlukan. Di mana, jelasnya, mereka tidak dapat mempertahankan diri terhadap pelepasan radiasi berbahaya jika terjadi kecelakaan pesawat besar yang tidak disengaja atau disengaja, atau serangan militer
Asculai, bagaimanapun, cenderung mengecilkan ketakutan ini dan yang serupa. "Jika kita berbicara tentang masalah keselamatan, reaktor hari ini sangat aman. Sejauh menyangkut potensi serangan, saya ragu siapa pun yang waras akan menyerang pembangkit nuklir sebesar itu," ucapnya.
Timur Tengah telah menyaksikan beberapa serangan terhadap fasilitas nuklir. Pada tahun 1981, misalnya, Israel membombardir reaktor Irak, karena takut senjata pemusnah massal yang diduga dikembangkan di sana pada akhirnya akan diarahkan ke negara Yahudi.
Tuduhan juga telah dibuat tentang upaya Israel untuk menghambat kemajuan dalam program nuklir Iran dan sekarang para kritikus pembangkit listrik UEA khawatir bahwa Teheran, yang memandang proyek tersebut dengan prihatin, mungkin mencoba menggunakan taktik serupa untuk menyabotasenya.
Meski demikian, Asculai tetap optimis. "Iran pasti memiliki kemampuan untuk merusak pabrik jika diinginkan. Tapi saya ragu akan mencoba menyerangnya, karena letusan bahan nuklir yang akan dihilangkan tidak hanya akan merugikan UEA, tetapi juga akan tumpah ke Iran," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: