Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPN Soal HGU Pesantren Habib Rizieq: Maaf Tidak Hapal

BPN Soal HGU Pesantren Habib Rizieq: Maaf Tidak Hapal Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi -

Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bogor enggan berbicara rinci terkait dengan lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara VIII yang ditempati Pesantren Alam Agrokultural Markas Syariah di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pihak BPN mengaku tidak hapal terkait sertifikat HGU nomor 299 tanggal 4 Juli 2008 itu.

"Maaf tidak hafal," kata Sekretaris BPN Kabupaten Bogor, Yekti Martini, saat dikonfirmasi terkait surat PTPN tersebut, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Polisi Pastikan Periksa Ketat Makanan untuk Habib Rizieq dari Keluarga

Informasi terus dicari terkait lahan garapan tersebut. Hadijana, mantan camat Megamendung menjelaskan secara singkat terkait lahan garapan yang digunakan itu. Namun, kali ini ia enggan berkomentar banyak.

"Saya belum bisa komentar, mereka (pengelola pesantren) tahu, sadar kalau itu tanah garapan. Tinggal yang jadi pertanyaan batasnya sebelah mana batas peta PTPN batas yang penggarap lain yang sudah habis yang mana. Pastinya kroscek ke BPN apakah BPN terbuka atau tidak," katanya.

Sebelumnya, beredar surat dari PTPN yang meminta Pesantren Alam Agrokultural Markas Syariah di Megamendung untuk dikosongkan.

Dijelaskan surat itu, Pesantren Agrokultural yang diketahui jadi salah satu Markas Front Pembela Islam, pendiriannya pada 2013 tanpa mengantongi izin dan persetujuan dari PTPN VIII.

Artinya, pendiriannya memiliki status ilegal. Karena disebut termasuk tindak pidana penggelapan hal atas barang tidak bergerak dan larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Hal itu salah satunya diatur dalam pasal 385 KUHP, Perppu No 51 Tahun 1960 dan pasal 480 KUHP.

Dalam surat itu juga menegaskan, pengelola pesantren Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab tersebut diberi waktu hingga 7 hari setelah surat itu diterima. Jika tidak PTPN akan melaporkannya ke polisi dan akan masuk proses hukum.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: