Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Utang Indonesia Bengkak, JK: Bisa-Bisa 40 Persen APBN Cuma untuk Bayar Bunga dan Cicilan

Utang Indonesia Bengkak, JK: Bisa-Bisa 40 Persen APBN Cuma untuk Bayar Bunga dan Cicilan Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A

Eks Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah ikut mengomentari pernyataan JK tersebut. Lewat akun Twitternya, Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini meminta Kementerian Keuangan untuk jujur menjawab pernyataan JK.

"Admin @KemenkeuRI yang bertagar #UangKita perlulah menjawab nasib keuangan kita tahun depan. Ini yang bicara Wapres dua periode dan dua presiden," cuit Fahri.

Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Hampir Rp6.000 Triliun, Bahaya Gak Ya?

Dalam cuitan lain, eks politisi PKS ini mengatakan poin yang disampaikan JK bahwa Covid-19 ini bikin beban defisit terberat dalam sejarah ekonomi Indonesia.

"Sekarang kita cari jalan bersama. Sebelum itu, pemerintah harus jujur bahwa lagi berat atau jangan-jangan saking hebatnya kabinet ini ternyata anteng-anteng saja," sindir Fahri.

Ekonom senior Indef, Didik J Rachbini, menyebut ini bukan pertama kalinya JK mengingatkan soal bahaya utang. Pada tahun 2016, politikus senior Golkar itu juga mengingatkan menteri keuangannya bahwa utang sudah mengkhawatirkan. Hitungannya, saat itu anggaran utang dan bunganya mencapai Rp500 triliun.

"Yang lebih paham ekonomi adalah wapres dan pantas mengingatkan. Tapi peringatan ini diabaikan dan dengan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan malah ditabrak dengan defisit semaunya," ulas Didik saat dihubungi.

Dia menjelaskan, dalam RAPBN 2020, anggaran utang hanya Rp651 triliun. Namun, demi alasan pandemi, angka tersebut naik menjadi Rp1.530 triliun. Angka ini tiga kali lipat dari anggaran total pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono di awal periodenya.

"Jadi praktik kebijakan memutuskan anggaran sekarang ugal-ugalan," kritik Didik.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengakui defisit saat ini merupakan yang tertinggi. Namun perlu diingat, kondisi ini merupakan dampak pandemi. Akibatnya, ekonomi melambat, penerimaan pajak turun, belanja naik, sehingga pembiayaan meningkat.

"Kita melebarkan defisit demi menyelamatkan rakyat dan perekonomian dari pandemi," katanya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: