Perundingan Damai Afghanistan Berjalan, Eskalasi Kekerasan Timur Tengah Justru Naik
Selebihnya kedua pihak harus menyepakati peran Islam dan hak perempuan. Nasib kaum minoritas juga dipertanyakan, menyusul sikap Taliban yang bersikeras bahwa hak sipil harus dirumuskan "sesuai dengan ajaran Islam.”
Annas Haqqani, salah seorang juru runding Taliban, mengindikasikan pihaknya bermasalah dengan tuntutan kaum progresif. Dalam unggahannya di Twitter Desember silam, dia menyebut tuntutan keterbukaan dan perlindungan hak sipil sebagai gagasan barat. Menurutnya semua yang bertentangan dengan Syariah Islam atau kebudayaan Afghanistan "harus dibuang.”
Adapun seorang petinggi Taliban lain yang menolak disebut namanya, mengatakan pihaknya menaruh curiga terhadap pemerintah. Kabul ditengarai ingin mempertahankan status quo dan mendominasi kekuasaan. Gencatan senjata, kata dia kepada AP, bisa mudah dicapai jika "para pemimpin kami yakin bahwa pihak lain bersikap jujur.”
Torek Farhadi, bekas penasehat pemerintah, meyakini ada banyak pihak yang menolak damai: kaum garis keras di tubuh Taliban, warlords yang menolak perlucutan senjata, pejabat korup yang ingin melindungi sumber duit atau politisi yang enggan berbagi kekuasaan.
Hal itu diamini Michael Kugelman, Wakil Direktur Asia di Wilson Centre, sebuah lembaga pemikir di Washington, AS. Menurutnya "ada banyak pihak yang berpotensi mengganggu,” jalannya perundingan.
"Kita tidak berbicara tentang satu apel yang busuk, tapi tentang satu kebun apel busuk dengan niatan menunda atau bahkan menyabotase,” imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: