Nadiem dan Mahfud Tak Tinggal Diam Soal Siswa Non-Muslim Dipaksa Pakai Jilbab di Padang
Jika itu terjadi, sambung dia, maka kebijakan sekolah tersebut merupakan bagian dari intoleransi keberagaman. Tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tapi juga melanggar nilai-nilai Pancasila dan Kebhinekaan.
“Untuk itu, pemerintah tidak akan mentolerir guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi tersebut,” imbuhnya.
Eks bos Gojek ini mengaku, sejak menerima laporan mengenai polemik jilbab di SMKN 2 Padang tersebut, kementeriannya langsung berkoordinasi dengan Pemda. Agar diambil tindakan tegas, yakni pencopotan. Bahasa halus Nadiem: pembebasan jabatan.
“Saya meminta agar Pemda sesuai dengan mekanisme yang berlaku, agar memberi sanksi yang tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat. Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan,” tegasnya.
Agar peristiwa yang sama tidak terulang, ia mengaku akan membuat Surat Edaran. Tak hanya itu, Nadiem juga membuka hotline khusus pengaduan di kementeriannya. Siapa saja peserta didik yang menerima perlakuan intoleransi, bisa langsung melapor.
Jika Nadiem ngomong via Instagram, Mahfud berkicau lewat Twitter. Mahfud tidak menyinggung soal aturan perundang-undangan. Eks Ketua Mahkamah Konstitusi itu malah buka lembaran sejarahnya.
“Akhir 1970-an sampai dan 1980-an anak-anak sekolah dilarang pakai jilbab. Kita protes keras aturan tersebut ke Depdikbud. Setelah sekarang memakai jilbab dan busana Muslim dibolehkan dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak non Muslim memakai jilbab di sekolah,” cuit Mahfud, lewat akun @mohmahfudmd kemarin.
Kuliah Twitter alias Kultwitnya juga menguak sejarah perjuangan 2 Ormas besar yakni NU dan Muhammadiyah melawan diskriminasi terhadap Islam. Hasilnya, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan.
“Pejabat-pejabat tinggi di Kantor-kantor pemerintah, termasuk di TNI dan POLRI, banyak diisi oleh kaum santri. Mainstream keislaman mereka adalah “wasathiyah Islam”: moderat dan inklusif,” tambahnya.
Komnas HAM juga tidak diam dalam kasus ini. Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengaku pihaknya lewat perwakilan Sumatera Barat ikut turun tangan menindaklanjuti kasus jilbab di SMKN 2 Padang.
“Besok akan ada pertemuan antara Komnas HAM Sumatera Barat, terus Ombudsman dan juga Dinas Pendidikan Provinsi untuk membahas seperti apa peristiwa yang sebenarnya,” kata Beka Ulung Hapsara kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Pertemuan itu, kata dia, sebagai upaya Komnas HAM untuk menggali keterangan.
“Terus me-review peraturan yang ada. Apakah diskriminatif atau tidak. Serta kemungkinan mencabut peraturan-peraturan yang diskriminatif,” jelasnya.
Sekedar informasi, aturan yang mewajibkan siswi di Padang berjilbab bukan hal baru. Tapi sudah berlaku sekitar 15 tahun. Aturan itu tertuang lewat Instruksi Walikota Padang No 451.442/BINSOS-iii/2005.
Namun, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat (Sumbar) berkilah, tidak ada aturan yang mewajibkan siswi non Islam berjilbab. Polemik ini, harusnya sudah selesai beberapa tahun lalu.
“Jauh kewenangan SMK dan SMA ini pindah ke provinsi. Artinya ini sesuatu yang tidak perlu kita atur lagi. Karena apa? Tidak ada lagi adanya kasus unsur pemaksaan itu,” kata Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri.
Adib mengaku telah mengirimkan tim ke SMK Negeri 2 Padang untuk mengumpulkan data dan informasi. Jika ditemukan penyimpangan, pihaknya akan mengambil tindakan tegas.
Polemik jilbab di salah satu sekolah menengah Padang ini menyeruak ke permukaan setelah video yang diunggah orang tua siswi yang anaknya enggan mengenakan jilbab viral di akun Facebooknya Elianu Hia.
Di dalam video tersebut, terekam adu argumennya dengan Wakil Kepala Kesiswaan dan seorang guru Bimbingan Konseling (BK) soal aturan wajib jilbab itu. Ia juga telah menunjuk kuasa hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: