Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang sedang digodok di DPR mengatur soal pelarangan bagi anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front PembeIa Islam (FPI) untuk dipilih dan memilih sebagai calon anggota pejabat publik baik di eksekutif maupun di legislatif. Pelarangan ini pun ramai menjadi perbincangan publik.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Fadhli Harahab menilai langkah tersebut sebagai sikap tegas pemerintah dalam melindungi ideologi bangsa. Baca juga: DPR Tegaskan Penghapusan Hak Pilih Eks HTI dan FPI Sesuai Konstitusi.
"Konsekuensi politik dari pembubaran dan pelarangan FPI, HTI, anggotanya juga harus dilarang ikut dalam perpolitikan elektoral," ujar Fadhli saat dihubungi, Kamis (28/1/2021).
Baca Juga: Bengkak Jadi Rp553 Triliun, Corona Berat di Ongkos
Menurut analis politik asal UIN Jakarta itu, implikasi logis dari pelarangan HTI dan FPI sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan yang dinilai membahayakan ideologi bangsa salah satunya yaitu pelarangan bagi anggotanya terlibat politik.
"Sampai di sini saya kira Eks HTI dan FPI sadar konsekuensi ke depan dari perjuangan mereka," terangnya.
Namun demikian, lanjut Fadhli, pelarangan ini tidak serta merta dapat mengikis gerakan eks HTI dan FPI untuk terlibat dalam panggung politik secara umum. Terlebih, khusus FPI, saat ini organisasi yang didirikan Habib Rizieq Shihab juga telah berganti nama. Baca juga: Larangan Eks HTI Ikut Pilkada hingga Pilpres Masuk Draf RUU Pemilu
"Berkaca dari pembubaran ormas atau partai di masa lalu, tentu pemerintah paham betul dampak dari pelarangan tersebut. Dan saya kira itu bukan tidak mungkin terjadi pada anggota eks HTI dan PKI, menyebar ke berbagai organ atau organisasi massa atau politik yang lain," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti