Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menanggapi draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang melarang mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front PembeIa Islam (FPI) untuk mengikuti pemilihan umum. Menurutnya, hal tersebut berlawanan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan konstitusi.
"Yang dibubarkan itu organisasinya, hak politik orang tersebut tidak akan hilang karena itu hak konstitusional yang dijamin sebagai HAM. Jika RUU Pemilu melarang orangnya, RUU ini bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan HAM," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (28/1/2021).
Baca Juga: Hak Politik Eks HTI dan FPI Dicabut, Jangan Sampai Sasar Lawan Politik!
Dia menjelaskan, jika RUU ini akan dilanjutkan, nantinya akan melahirkan polarisasi pembelahan dalam masyarakat, lebih jauh lagi dapat melahirkan disintegrasi. Lalu, RUU ini juga akan menjadi RUU yang bersifat diskriminatif dan jelas berlawanan dengan HAM dan konstitusi.
"Jika RUU Pemilu hanya mengatur larangan organisasinya ikut pemilu, sedangkan terhadap orangnya tetap mempunyai hak untuk memilih dan dipilih, demikian juga dengan hak-hak keperdataan lainnya. Namun, lain hal kalau orangnya dilarang memilih. Berarti, RUU tersebut sudah melanggar HAM," kata dia.
Sebelumnya diketahui, dalam draf RUU Pemilu, aturan mengenai larangan mantan anggota HTI ikut Pilpres, Pileg, dan Pilkada tertuang dalam Buku Ketiga Penyelenggaraan Pemilu, BAB I Peserta Pemilu Bagian Kesatu Persyaratan Pencalonan.
Pasal 182 ayat 2 (ii) menyebutkan bahwa calon Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Gubernur, Wakil Gubernur, Anggota DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati/ Wali Kota dan Wakil Wali Kota serta Anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKI.
Lalu dalam Pasal 182 ayat 2 (jj) menyebutkan bahwa calon Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Gubernur, Wakil Gubernur, Anggota DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati/ Wali Kota dan Wakil Wali Kota serta Anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: