Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PBB Pasang Badan Hadapi Kudeta Myanmar, Pertemuan Darurat di Depan Mata

PBB Pasang Badan Hadapi Kudeta Myanmar, Pertemuan Darurat di Depan Mata Kredit Foto: Shutterstock/Barry Tuck
Warta Ekonomi, New York -

Dewan Keamanan (DK) PBB akan bertemu untuk membahas perkembangan dan potensi respons internasional terhadap kudeta militer di Myanmar.

Militer merebut kekuasaan dalam serangan pagi hari pada Senin kemarin, menahan anggota pemerintah Myanmar, termasuk peraih Nobel Aung San Suu Kyi.

Baca Juga: Ujian Pertama, Biden Ancam Beri Sanksi Lagi ke Myanmar Jika...

Utusan Inggris untuk PBB, yang memegang jabatan presiden bergilir DK PBB untuk bulan Februari, mengatakan ia berharap untuk mengadakan diskusi yang konstruktif.

"Dewan akan melihat berbagai langkah, dengan gagasan menghormati keinginan rakyat yang diungkapkan dalam pemungutan suara dan membebaskan para pemimpin masyarakat sipil," kata Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward kepada wartawan.

"Kami ingin mempertimbangkan langkah-langkah yang akan menggerakkan kami menuju tujuan itu," kata Woodward, sambil menambahkan bahwa tidak ada langkah-langkah spesifik yang sedang dibahas saat ini, seperti dikutip dari DW, Selasa (2/2/2021).

Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, mengatakan kepada DW bahwa komunitas internasional harus bertindak dalam bahasa yang dimengerti oleh junta militer Myanmar.

"Dan kami tahu dari pengalaman mereka memahami bahasa sanksi ekonomi," kata Andrews.

"Anda tidak menggulingkan demokrasi yang masih muda. Anda tidak menyerang seluruh orang dengan kudeta militer," serunya.

"Apa yang kami miliki di Myanmar adalah penguncian yang sangat sistematis terhadap orang-orang yang percaya pada demokrasi, yang telah memajukan hak asasi manusia. Para pemimpin pemerintah dari Aung San Suu Kyi dan banyak rekannya dalam penggerebekan dini hari ini, pemutusan komunikasi kemarin (pada hari Minggu) di seluruh negeri, pengurungan para pemimpin yang bisa meningkatkan oposisi di jalanan. Jadi ini benar-benar kudeta. Mereka telah mengunci negara ini," kata pelapor khusus PBB itu.

Terkait pertemuan ini, masih harus dilihat bagaimana China dan Rusia sebagai anggota DK PBB akan bertindak dalam pertemuan tersebut.

Kedua kekuatan dunia itu sebagian besar melindungi Myanmar dari tindakan signifikan dari DK PBB menyusul tindakan keras militer pada 2017 lalu yang menyebabkan lebih dari 700.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh.

Rusia dan China sama-sama memiliki hak veto di DK PBB, bersama dengan Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: