Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sepakat dengan langkah pemerintah yang berencana mengatur operasional layanan Over The Top (OTT) asing yang beroperasi di Indonesia, terutama soal kewajiban kerja sama dengan operator telekomunikasi.
Pengaturan layanan OTT selama ini memang masih luput, baik dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi maupun PP Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggara Telekomunikasi. Saat ini, pemerintah sedang merampungkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang salah satu poin utamanya adalah mengatur operasional OTT di Tanah Air.
Baca Juga: CEO Twitter: Internet Perlu Sistem Moderasi Seperti Bitcoin
"Ini sebenarnya memang kita nantikan selama ini. Lewat beleid ini, pemerintah bisa menegakkan kedaulatan siber di Indonesia," ujar Ketua Umum APJII, Jamalul Izza, lewat siaran pers, Selasa (2/2/2021).
Jamal menuturkan, selama ini platform OTT beroperasi tanpa tersentuh peraturan yang berlaku di Tanah Air. Padahal, operator telekomunikasi dan anggota APJII yang selama ini menggelontorkan investasi besar untuk membangun infrastruktur.
Layanan OTT yang menikmati benefit terbesar justru kurang berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Soal perpajakan misalnya, OTT lepas dari kewajiban membayar pajak karena belum diatur oleh undang-undang.
Sementara, anggota APJII diharuskan membayar PPn, PPh, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya seperti biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi (BHP) jasa telekomunikasi serta membayar kontribusi kewajiban universal service obligation (USO). Oleh sebab itu, situasi sekarang ini menciptakan level persaingan yang kurang setara di antara pemain di industri telekomunikasi.
"Saat ini, mereka yang sangat menikmati infrastruktur telekomunikasi yang dibangun di Indonesia. Kita anggota APJII nyaris tidak ada benefit yang diberikan dari kehadiran mereka di Indonesia. Jadi, wajar jika pemerintah mewajibkan OTT global tersebut untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan atau jasa telekomunikasi yang ada di Indonesia," kata Jamalul.
Menurut Jamal, kewajiban OTT global untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan atau jasa telekomunikasi tersebut wujud dari keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan yang ada di Indonesia. Kerja sama itu berdasarkan prinsip adil, wajar, dan nondiskriminatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Agar regulasi ini tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, Jamalul meminta agar pemerintah dapat segera menurunkan peraturan menteri tentang tata cara pelaksanaan kerja sama antara penyelenggara jaringan dan jasa dengan OTT global. Menurut Jamalul, peraturan tersebut mutlak dibutuhkan agar kerja sama antara OTT global dengan penyelenggara jaringan dan jasa bisa konkret.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum