Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Wakil Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi menyebut, program food estate telah memakan banyak anggaran. Progresnya harus diawasi dengan baik. Misalnya, terkait potensi keberhasilan dan tingkat produksi, termasuk risiko kegagalan guna dilakukan mitigasi dan evaluasi.
“Perlu penjelasan yang komprehensif terkait food estate yang merupakan pilot project pengelolan pertanian berbasis teknologi dan guru bagi perkembangan pertanian di daerah lain. Karena di situ ada alokasi anggaran yang cukup besar. Jadi, harus betul-betul dapat perhatian secara khusus,” beber legislator Golkar itu.
Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa mengakui, target 3 kali tanam yang diminta Kementerian Pertanian kurang tepat. Karena biasanya, petani di sana hanya 2 kali tanam. Sekali tanam jika menggunakan bibit lokal.
Dalam persoalan ini, Dwi menyebut ada dua faktor. Pertama, iklim. Kedua, varietas.
Dwi menuding, kegagalan ini masih ada kaitannya dengan Prabowo. Sebab, penunjukan Menteri Pertahanan sebagai penanggung jawab food estate kurang tepat. Sebaiknya, untuk urusan pertanian harus diserahkan kepada ahlinya. Dengan begitu, kebijakan yang diambil tidak meleset.
Soal lahan, sudah bagus. Karena lahan yang ditanami bukan lahan gambut 1 juta hektar. Melainkan lahan transmigrasi tahun 80-an. Sawahnya sudah tercetak dengan baik, begitu juga irigasinya. Selain Prabowo, peran krusial juga ada di Kementan.
“Bibit menjadi faktor kunci. Bibit unggul perlu asupan pupuk untuk mendukung perkembangan. Selama asupannya terpenuhi, masalah kedua muncul, yakni iklim. Ketiga hama. Jadi tiga faktor ini yang perlu dikelola dengan baik,” pesan pria yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI).
Apa tanggapan Kemenhan? Sayangnya, Prabowo belum bersuara soal kondisi food estate di Kalteng. Rakyat Merdeka coba mengonfirmasi melalui juru bicaranya Dahnil Anzar Simanjuntak.
Namun, sampai semalam, telepon dan pesan singkat WhatsApp belum mendapatkan tanggapan. Namun, pihak Kementerian Pertanian justru membantah kabar tersebut. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengklaim, program nasional food estate di Pulang Pisau Kalteng sudah memasuki masa panen. Hasilnya, bisa mencapai 6,4 ton per hektare.
“Ada beberapa testimoni dari beberapa petani, provitas hasil panen di lokasi panen sekarang itu antara 5,6 ton sampai 6,4 ton per hektare, dari rata- rata 3 ton sampai 4 ton per hektare,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti