Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kudeta AHY Bentuk Kepanikan SBY? Pengamat Endus Pola 'Playing Victim'

Kudeta AHY Bentuk Kepanikan SBY? Pengamat Endus Pola 'Playing Victim' Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo. | Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

 Isu 'kudeta' di Partai Demokrat mengemuka setelah ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AYH) membeberkan hal itu secara terbuka. Putra Presiden Keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), itu menyebut ada lima orang istana negara yang hendak merebut pucuk kepemimpinan partai berlambang Bintang Mercy dari tangannya secara paksa.

Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab meyakini, isu kudeta berembus karena SBY mulai panik lantaran elektabilitas putra kesayangannya itu tak kunjung meningkat alias belum moncer di papan survei.

Baca Juga: Kudeta AHY Buat Nyapres, Demokrat 'Serang' Moeldoko: Bikin KTA Dulu

"Kepanikan SBY karena dukungan terhadap AHY belum menunjukan kenaikan signifikan," kata Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Selasa (2/2/2021).

Analis politik asal UIN Jakarta itu menilai, kepanikan itu terlihat karena SBY menyadari berbagai momentum politik ke depan juga cukup berat. Isu normalisasi Pilkada Serentak yang tadinya mendapat dukungan mayoritas parpol tiba-tiba berubah arah menjadi pukulan bagi 'Demokrat' karena dinilai menutup jalan bagi AHY untuk membuktikan diri.

"Momentum Pilkada Serentak, khususnya DKI sebetulnya adalah ajang bagi AHY sebelum melenggang ke Pilpres 2024. Namun, momen itu mendapat hadangan sehingga kemungkinan besar Pilkada digelar setelah Pilpres 2024," ujarnya.

Karenanya, Demokrat mulai memainkan strategi lain untuk dapat meraih simpati masyarakat melalui isu "intimidasi" di internalnya. Fadhli menganggap, isu ini mengingatkan pola playing victim yang dinilai ampuh untuk merengkuh citra elektoral dari masyarakat.

"Citra yang ingin dibangun adalah adanya intimidasi dari pihak istana yang ingin memecah belah partai Demokrat," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: