Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Muka Junta Militer, Ribuan Rakyat Myanmar Acungkan 3 Jari, Apa Maksudnya?

Di Muka Junta Militer, Ribuan Rakyat Myanmar Acungkan 3 Jari, Apa Maksudnya? Kredit Foto: REUTERS
Warta Ekonomi, Yangon -

Rakyat Myanmar makin berani menunjukkan suaranya menentang junta militer. Selama akhir pekan, puluhan ribu warga turun ke jalan menentang kudeta dan pemblokiran jaringan internet di negara itu.

Kemarin, ribuan orang tumpah di jalanan, hampir di seluruh kota di negara yang dulu ber­nama Burma ini.

Baca Juga: Puluhan Ribu Orang Turun ke Jalan, Akhirnya Akhirnya Internet di Myanmar Kembali Tersambung

Sebelumnya, pada Sabtu (6/2/2021), puluhan ribu orang ber­demonstrasi menentang matinya demokrasi di Negeri 1.000 Pagoda itu.

Pendemo kompak berbaris. Mereka juga membunyikan klakson mobil yang membuat suasana semakin riuh. Mereka membawa berbagai poster serta spanduk bernada protes terhadap kediktatoran militer.

Pendemo juga membawa Ben­dera Partai Liga nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy/NLD) dan foto Pemimpinnya, Aung San Suu Kyi.

Kyi Phyu Kyaw, mahasiswa yang ikut dalam unjuk rasa, mengaku sangat membenci kudeta militer. Dia tidak takut dengan tindakan keras dari militer jika dirinya dihukum.

“Saya akan bergabung dalam demo setiap hari. Sampai Amay Suu (Suu Kyi) dibebaskan,” ujar Phyu Kyaw, dikutip Channel News Asia, kemarin.

Pada aksi-aksi tersebut, massa kompak mengacungkan simbol tiga jari. Terinspirasi dari Film Hunger Games. Simbol perlawanan ini juga digunakan pengun­juk rasa di Thailand tahun lalu.

Aksi demonstran memukul-mukulkan benda logam seperti panci dan wajan, juga terus ber­langsung. Warga menyebut aksi itu tradisi mengusir roh jahat.

Para pendemo awalnya beren­cana mengadakan unjuk rasa di Balai Kota Yangon. Tapi akses ke daerah itu diblokir barikade polisi.

Seorang mahasiswa, Ye Kyaw, menegaskan, rakyat akan terus berjuang sampai akhir.

“Kami telah memutuskan. Generasi berikutnya akan memi­liki demokrasi jika kita mengakhiri kediktatoran militer ini,” tegasnya.

Gelombang protes terus ber­jalan meski Pemerintah mem­blokir akses internet atau Fa­cebook yang biasa digunakan untuk menggalang unjuk rasa.

Facebook menjadi plat­form untuk forum Gerakan Pembangkangan Sipil yang berkembang pesat di Myanmar.

Gerakan ini menginspirasi pegawai negeri, tenaga medis, profesional dan guru, berunjuk rasa untuk mogok kerja.

Dalam video di Facebook, kemarin, para pengunjuk rasa di Yangon berbaris di jalan-jalan. Mereka berhadapan langsung dengan polisi antihuru-hara, yang bersiaga di beberapa lokasi. Tak di­jelaskan bagaimana siaran itu bisa luput dari pemblokiran junta.

Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (HAM PBB) mengingatkan, militer dan polisi harus memas­tikan hak massa untuk berkum­pul secara damai, dihormati sepenuhnya.

“Militer berusaha melumpuh­kan gerakan perlawanan, dan menjaga dari dunia luar, dengan memotong hampir semua akses internet. Namun, aksi terus ber­jalan,” kata Tom Andrews, pe­lapor khusus PBB untuk HAM di Myanmar.

Militer melakukan kudeta 1 Februari lalu gara-gara menuding Pemilu yang dimenangkan NLD berlangsung curang. Sejumlah to­koh politik utama, termasuk Aung San Suu Kyi ditahan.

Hingga kini, Suu Kyi belum diketahui kabarnya. Dia ditahan karena dituduh terlibat dalam impor walkie talkie ilegal.

Sesaat usai kudeta, junta mengumumkan keadan darurat selama satu tahun. Junta juga mengganti belasan menteri da­lam kabinet. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: