Tak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 telah berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kegiatan ekspor–impor negara-negara dunia, termasuk Indonesia. Kinerja ekspor Indonesia menurun sebesar 7,7 persen, sedangkan kinerja impor menurun hingga 14,7 persen.
Meskipun kinerja ekspor-impor mengalami kontraksi, Indonesia masih bisa menikmati surplus neraca perdagangan dengan nilai mencapai US$21,74 miliar (atau setara dengan Rp305,44S triliun).
Baca Juga: Kehebatan Sawit Sebagai Penyedia Bahan Bakar Nabati untuk Dunia
"Besarnya nilai surplus neraca perdagangan Indonesia tahun 2020 tidak terlepas dari peran industri sawit melalui devisa ekspor produk sawit dan kebijakan mandatori B30," seperti dilansir dari laman Palm Oil Indonesia.
Dalam laman tersebut disebutkan dua peran utama kelapa sawit terhadap devisa ekspor nasional. Pertama, devisa yang dihasilkan dari ekspor produk sawit (mencakup CPO dan RPO, Crude dan Refined PKO, serta oleokimia) sepanjang tahun 2020 mencapai US$22,9 miliar (atau sekitar Rp321,5 triliun). Devisa ekspor produk sawit tersebut telah berkontribusi sekitar 83 persen terhadap ekspor sektor nonmigas.
Hal ini menunjukkan bahwa devisa produk sawit membuat surplus neraca nonmigas makin besar hingga mencapai US$27,7 miliar (atau sekitar Rp389,2 triliun). Jika produk sawit tidak diperhitungkan dalam neraca sektor nonmigas, nilai surplusnya akan lebih rendah, yakni hanya sekitar US$4,7 miliar (atau setara dengan Rp66,1 triliun).
Kedua, surplus neraca perdagangan Indonesia tahun 2020 juga merupakan implikasi dari implementasi kebijakan mandatori B30. Data APROBI mencatat, volume biodiesel yang terserap untuk program B30 sepanjang tahun 2020 mencapai 8,4 juta kiloliter. Volume tersebut setara dengan penghematan devisa impor solar fosil sebesar US$2,66 miliar (atau setara dengan Rp37,37 triliun) dengan menggunakan harga rata-rata MOPS solar sebesar US$50 per BBL dan kurs Rp14,400/US$.
Penghematan devisa impor sebagai implikasi dari B30 tersebut membuat defisit neraca perdagangan sektor migas mengecil menjadi minus US$5,9 miliar (atau setara dengan minus Rp82,89 triliun). Jika tidak ada program B30, defisit sektor migas akan lebih tinggi, yakni sekitar US$8,6 miliar (atau setara dengan minus Rp120,8 triliun).
"Sekali lagi, industri sawit secara konsisten memberikan sumbangsihnya pada penyehatan neraca perdagangan Indonesia. Kita sebagai bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada industri sawit karena tidak banyak sektor ekonomi nasional yang mampu berperan seperti industri sawit ini, terlebih di tengah situasi pandemi dan lesunya perekonomian global akibat Covid-19," seperti dilansir dari laman Palm Oil Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: