Efek Jera Hukuman Mati Belum Ada, Anggota DPR Ini Minta Koruptor Dimiskinkan dan Perampasan Aset
Anggota Komisi III DPR, Eva Yuliana mengatakan, wacana hukuman mati bagi para koruptor adalah fakta yang terjadi di lapangan. Hal ini karena masih ada saja yang berani melakukan korupsi di tengah pandemi Covid-19.
Dari sesi aturan, hukuman mati bagi koruptor sudah dibuka peluangnya. Yakni melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meski sudah ada undang-undangnya, Eva mengingatkan, ada sejumlah syarat yang tidak mudah yang harus dipenuhi untuk menerapkan hukuman mati itu.
Baca Juga: Skakmat! Koruptor Juga Hina Lirik Lagu Indonesia Raya!
“Hukuman mati dibuka peluangnya untuk diterapkan, namun harus memenuhi beberapa unsur. Seperti, korupsi dilakukan ketika Negara sedang krisis, korupsi bantuan sosial, dan lain sebagainya,” bebernya kepada Rakyat Merdeka, Rabu (24/2/2021).
Meski begitu, menurut Eva, pro kontra yang terjadi dengan wacana hukuman mati bagi para koruptor ini penting. Meskipun, tidak yakin bahwa penerapan hukuman mati juga akan efektif untuk memberantas korupsi.
“Bagi saya pribadi, hukuman mati tidak dapat menyelesaikan masalah. Karena belum ada bukti ilmiah tentang efek jera hukuman mati. Jadi masih diragukan deterrence effect-nya,” cetusnya.
Bea juga membandingkan dengan negara yang menerapkan hukuman mati. Di negara-negara itu, hukuman mati malah sudah mulai ditinggalkan.
“Bahkan punitive action seperti hukuman mati sudah banyak ditinggalkan oleh negara-negara hukum yang maju. Seperti di Belanda, Prancis dan Australian, mereka itu sudah meninggalkan hukuman mati,” tuturnya.
Sebagai anggota Komisi III DPR, Eva lebih memilih memberikan upaya pemiskinan massif bagi para pelaku tindak pidana korupsi. “Saya lebih mengusulkan perampasan aset, pemiskinan koruptor, hak politiknya dicabut, dan mungkin paling berat hukuman seumur hidup,” tandas Eva.
Hingga saat ini, Indonesia juga masih terus mengembangkan tata cara dan aturan hukum serta penjatuhan sanksi yang tepat bagi para penjahat kelas kakap, seperti para koruptor itu.
“Selain penindakan yang tegas, perlu juga diingat bahwa pencegahan secara sistemik harus diperkuat lagi. Kita harus mengecilkan opportunity atau peluang terjadinya korupsi, dengan mengedepankan sistem yang transparan, akuntabel, dan berintegritas,” pungkas Eva.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: