Ketua Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya menelusuri aliran dana suap ratusan miliar yang diberikan eksportir kepada mantan Menteri Edhy Prabowo demi mendapatkan surat rekomendasi izin ekspor.
“Dalam surat dakwaan terhadap Direktur PT Dua Putera Perkasa, Suharjito di situ jelas terbaca bagaimana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang dipimpin stafsus Edhy, Andreau Misanta Pribadi meminta duit Rp5 miliar kepada Suharjito untuk mendapatkan surat rekomendasi ekspor,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/2/2021). Baca Juga: Hotma Digarap Penyidk KPK soal Kasusnya Bekas Menteri
Berdasarkan catatan IBC, pada tanggal 14 Mei 2020 diterbitkan Keputusan Menteri KP-RI No. 53/KEPMEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster (Panurilus spp) dengan menunjuk Andreau Misanta Pribadi selaku Ketua dan Safri Muis selaku Wakil Ketua.
Peran Tim Due Diligence dalam pemberian surat rekomendasi adalah memeriksa kelengkapan dan validitas dokumen yang diajukan calon eksportir BBL yang akan melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster (Panulirus spp) di dalam negeri, serta melakukan wawancara dan melihat kelayakan usaha calon eksportir BBL.
Selain itu, Tim Due Diligence juga memiliki tugas untuk memberikan rekomendasi proposal usaha yang memenuhi persyaratan untuk melakukan usaha budidaya lobster. “Jadi peran para stafsus Edhy itu sangat vital dalam kasus ini.”
Fakta adanya suap dalam jumlah besar harus ditelusuri menjelang sidang lanjutan para saksi kasus ekspor benih lobster dengan tersangka Direktur PT Dua Putera Perkasa, Suharjito, yang dijadwalkan pada hari Rabu (24/2).
“Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui informasi mendalam terkait keterlibatan para eksportir yang terlibat dalam kasus suap ini. Penting juga dicari tahu uang sebesar itu untuk apa saja?” kata Arif.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil