Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jansen Sitindaon ke Jubir Demokrat KLB: Jadi yang Tidak Abal-abal Itu Moeldoko?

Jansen Sitindaon ke Jubir Demokrat KLB: Jadi yang Tidak Abal-abal Itu Moeldoko? Kredit Foto: Antara/Endi Ahmad

"Saya tak pernah melihat wajahnya di DPP sehingga kemudian dia mengatakan saya mengetahui semuanya itu, mungkin Partai Demokrat di zaman mas Anas gitu. Partai Demokrat dalam tanda kutip saya katakan tanda kegelapan itu," ujar Jansen.

Jansen punya alasan bilang Demokrat era Anas Urbaningrum punya momen kegelapan karena sejumlah kader ditangkap karena kasus korupsi.

"Itu lah yang membuat Partai Demokrat dari 20 persen jatuh ke 10 persen. Dampaknya sampai sekarang masih terasa. Bahkan saya yang punya integritas sebagai seorang politisi, saya itu habis sering dihujat partai Demokrat katanya partai korupsi. Siapa yang korupsi?" tutur Jansen.

Dia juga heran dengan pernyataan Rahmad yang bilang era AHY ada komunikasi tersumbat. Menurutnya, ucapan Rahmad tak benar karena pimpinan 34 DPD masih setia ke AHY seperti saat menemani ke Kemenkumham pada Senin, 8 Maret 2021. 

"Kalau tersumbat, tidak mungkin 34 Ketua DPD itu hadir. Dan, DPC di atas 90 persen loyal ke DPP yang dipimpin mas AHY ini," sebut Jansen.

Pun, ia menyindir dengan kesetiaan 34 DPD sebagai pemilik hak suara dalam kongres maka KLB di Sibolangit dipertanyakan. "Jadi, mencari 2/3 dari 34 orang DPD saja itu KLB tidak mampu. Secara arus bawah, tidak ada pengurus DPD, DPC tidak ada yang mendukung Sibolangit itu," ujar Jansen.

Perdebatan sengit pun dimulai dengan respons dari Rahmad. Ia bilang setelah kepengurusan Moeldoko terdaftar dan disahkan Kemenkumham dengan surat keputusan baru nanti maka kubu AHY menjadi demisioner.

Jansen menimpali kalau sampai KLB di Sibolangit tak mungkin disahkan. Sebab, dari syarat perhelatan KLB, tak ada yang terpenuhi.

"Kalau pegangannya hukum, hukum sebagai panglima. Dan, ukurannya AD/ART Demokrat, di mana mensyaratkan harus didukung setengah DPC, 2/3 DPD sudah tidak mungkin itu disahkan," kata Jansen.

"Bagaimana mau disahkan? Kalian mau ambil Ketua DPD dari mana itu," lanjut Jansen.

Rahmad pun menjawab Jansen. Ia mengingatkan kalau AD/ART 2020 sudah tak berlaku. Pihaknya merujuk AD/ART 2005. "Kita kembali ke Anggaran Dasar 2005. Coba baca anggaran dasar 2005 tentang kongres," tutur Rahmad.

Tak tinggal diam, Jansen menegaskan pemerintah saat ini merujuk AD/ART Demokrat pada 2020, bukan 2005. "Yang jadi pegangan adalah anggaran dasar 2020 yang disahkan Menkumham," sebut Yasonna.

Rahmad menyebut AD/ART 2020 itu bertentangan dengan Undang-Undang tentang parpol sehingga dianulir dalam KLB di Sibolangit. Salah satunya posisi majelis tinggi.

 "Ya, anggaran dasar yang bertentangan dengan UU Parpol tentunya. Itu lah yang akan kita hancurkan," ujar Rahmad menanggapi Jansen.

Jansen kembali merespons dengan nada heran tapi geram. Ia pertanyakan maksud ucapan Rahmad yang bilang AD/ART 2020 bertentangan.

"Bagaimana bertentangan? Orang yang mengesahkan itu juga Pak Yasonna kok. Yang mengesahkan itu Pak Yasonna yang sampai sekarang masih Menteri Hukum dan HAM," kata Jansen.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: