Kisruh di internal Partai Demokrat kian memanas pasca Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) pekan lalu. Kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut KLB tersebut tidak sah, sementara kubu Moeldoko, menuding Kongres 2020 adalah hasil persekongkolan jahat.
AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres 2020 gerak cepat mengunjungi Kemenko Polhukam, Kemenkumham, dan KPU untuk memastikan bahwa kepengurusannya lah yang sah. Adapun Moeldoko yang terpilih menjadi Ketum Demokrat dalam KLB Deliserdang telah mendapatkan bangunan yang akan dijadikan kantor DPP, yakni di Jalan Pemuda 172, Kelurahan Jati, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur (Jaktim).
Baca Juga: Sudah Lampu Hijau, KPK Bakal Turun Tangan Selidiki Dugaan Politik Uang di KLB Demokrat
Pakar hukum tata negara sekaligus pengamat politik, Refly Harun mengatakan, penyelesaian konflik internal partai politik sangat mudah. Yakni menggunakan Pasal 32 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Pasal 32 ayat 1 berbunyi, perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana diatur dalam AD/ART. Dua, penyelesaian internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan oleh Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik.
Ayat tiga, Susunan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan oleh pimpinan partai politik kepada kementerian. Empat, Penyelesaian internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus diselesaikan paling lambat 60 hari. Lima, putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat mengikat secara internal dalam hal yang berkenaan dengan kepengurusan.
"Kalau kita patuh pada UU Partai Politik, maka yang harus dilakukan Kementerian Hukum dan HAM adalah menyerahkan persoalan ini kepada internal Partai Demokrat. Partai Demokrat yang mana? Tentu Partai Demokrat yang tercatat, yang saat ini masih eksis," kata Refly Harus dalam Channel Youtube-nya yang dirilis, Kamis (11/3/2021) malam.
Untuk Mahkamah Partai Politik yang dimaksud, kata Refly, juga yang telah didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM. Mahkamah partai bersifat imperatif, artinya tidak membutuhkan persetujuan dari kedua belah pihak yang berselisih. Cukup satu pihak mengadukan, Mahkamah lalu memproses dan menyidangkannya.
"Putusan Mahkamah Partai Politik dalam jangka waktu 60 hari itulah yang bersifat final untuk masalah kepengurusan. Jadi selesai, tidak perlu ke mana-mana," katanya.
Karena itu, Refly menyarankan Kemenkumham tidak menilai pendaftaran kepengurusan partai politik dari sisi substantif. Kemenkumham hanya perlu mengecek apakah AD/ART dan kepengurusan yang didaftarkan sesuai dengan UU Partai Politik atau tidak. Jika sesuai, maka diterima. Apabila tidak sesuai, maka Kemenkumham menyarankan perubahan-perubahan sesuai dengan UU Partai Politik.
"Tapi jika masih ada konflik kepengurusan, maka pendafataran itu di-hold. Diterima, tetapi tentu saja tidak bisa menyatakan pendaftar itu merupakan pengurus yang sah dan AD/ART disahkan. Yang dilakukan adalah menyerahkan kepada partai politik untuk menyelesaikan persoalannya," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: