Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sri Lanka Larang Burqa dan Penutup Wajah, Sekolah Madrasah Islam Juga Dilarang

Sri Lanka Larang Burqa dan Penutup Wajah, Sekolah Madrasah Islam Juga Dilarang Kredit Foto: Unsplash/Elin Tabitha
Warta Ekonomi, Colombo -

Sri Lanka telah mengambil langkah signifikan untuk melarang burqa dan penutup wajah lainnya di tempat umum, dengan alasan keamanan nasional.

Menteri Keamanan Publik Sarath Weerasekara mengatakan kepada BBC bahwa dia telah menandatangani perintah kabinet yang sekarang tinggal membutuhkan persetujuan parlemen.

Baca Juga: India Giveaway Vaksin, Sri Lanka Terima 500 Ribu Dosis AstraZeneca

Para pejabat mengatakan mereka berharap larangan itu segera diterapkan.

Langkah itu dilakukan hampir dua tahun setelah peristiwa pengeboman hotel dan gereja pada Minggu Paskah.

Pengebom bunuh diri menargetkan gereja Katolik dan hotel yang didatangi banyak turis, menewaskan lebih dari 250 orang pada April 2019.

Kelompok militan ISIS mengatakan berada di balik serangan itu.

Sementara pihak berwenang mencari para pelaku, larangan penggunaan penutup wajah darurat diterapkan di negara mayoritas Buddha itu.

Sekarang pemerintah berupaya menerapkan aturan itu kembali secara permanen.

Weerasekara mengatakan kepada wartawan bahwa burqa adalah "tanda ekstremisme agama yang muncul baru-baru ini" dan hal itu "mempengaruhi keamanan nasional", sehingga larangan permanen sudah seharusnya diterapkan.

"Jadi saya sudah menandatanganinya dan aturan itu akan segera dilaksanakan," katanya.

Weerasekara juga mengatakan pemerintah berencana untuk melarang lebih dari 1.000 sekolah madrasah Islam yang menurutnya melanggar kebijakan pendidikan nasional.

"Tidak ada yang bisa membuka sekolah dan mengajarkan apa pun yang Anda inginkan kepada anak-anak. Sekolah harus sesuai dengan kebijakan pendidikan yang ditetapkan pemerintah," terangnya.

Sebagian besar sekolah yang tidak terdaftar "hanya mengajarkan bahasa Arab dan Alquran, jadi itu buruk", katanya.

Hilmi Ahmed, wakil presiden Dewan Muslim Sri Lanka, mengatakan kepada BBC bahwa jika para pejabat memiliki masalah dalam mengidentifikasi orang-orang yang mengenakan burqa "orang yang mengenakan tidak akan ada keberatan untuk melepas penutup wajah untuk tujuan pengecekan identitas".

Dia mengatakan setiap orang memiliki hak untuk memakai penutup wajah terlepas dari keyakinan mereka: "Hal itu harus dilihat dari sudut pandang hak dan bukan hanya dari sudut pandang agama."

Mengenai masalah madrasah, Ahmed menekankan bahwa sebagian besar sekolah Muslim terdaftar di pemerintah:

"Mungkin ada ... sekitar 5% yang belum patuh dan tentu saja bisa ditindak," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah negara itu mewajibkan kremasi korban Covid-19, sejalan dengan praktik mayoritas Buddha, tetapi bertentangan dengan keinginan warga Muslim, yang ingin menguburkan jenazah keluarga mereka.

Larangan ini dicabut awal tahun ini setelah mendapat kecaman dari AS dan kelompok hak asasi internasional.

Bulan lalu, Dewan Hak Asasi Manusia PBB mempertimbangkan resolusi baru terkait dengan meningkatnya masalah hak asasi di Sri Lanka, termasuk terkait perlakuan terhadap Muslim.

Sri Lanka diminta untuk menuntut pertanggungjawaban para pelanggar hak asasi manusia dan memberikan keadilan kepada para korban perang saudara yang telah berlangsung selama 26 tahun.

Konflik 1983-2009 menewaskan sedikitnya 100.000 orang, kebanyakan warga sipil dari komunitas minoritas Tamil.

Sri Lanka membantah keras tuduhan tersebut dan telah meminta negara-negara anggota untuk tidak mendukung resolusi tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: