Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rudal-rudal Rusia Hujani Wilayah Suriah yang Dipegang Turki

Rudal-rudal Rusia Hujani Wilayah Suriah yang Dipegang Turki Kredit Foto: Khaleej Times
Warta Ekonomi, Damaskus -

Rudal-rudal balistik Rusia menyerang wilayah Suriah barat laut yang dikendalikan Turki pada Senin. Ankara pun bergegas mengirim pemberitahuan ke Moskow untuk berhenti menembak.

Serangan misil itu juga membuat pasukan Turki di wilayah Suriah bersiaga. Serangan tersebut bertentangan dengan gencatan senjata yang disepakati Moskow dan Ankara pada Maret 2020, yang menurut para ahli dapat berdampak lebih luas.

Baca Juga: Saingi THAAD Milik AS, China Rilis Pencegat Rudal Anti-balistik HQ-19

Rudal-rudal balistik Moskow ditembakkan dari pangkalan Kweyris di Aleppo dan menargetkan kilang minyak di Suriah bawah laut yang dikendalikan Turki. Itu adalah serangan kedua dalam sembilan hari.

Saat Suriah menandai satu dekade perang saudara, wilayah ini dianggap penting untuk menyediakan minyak bagi rumah tangga, petani, toko roti, dan bisnis lainnya.

Kilang tersebut digunakan untuk memurnikan sekitar 40 persen minyak mentah yang berasal dari wilayah yang dikendalikan oleh pasukan YPG Kurdi Suriah, yang sebagian besar digunakan untuk generator, pemanas, maupun mesin.

Beberapa ahli percaya bahwa Rusia ingin mengonsolidasikan kepentingan geopolitiknya di kawasan itu, sambil memperingatkan Ankara tentang kemungkinan pemulihan hubungan dengan Amerika Serikat (AS).

Namun, serangan itu dapat mendorong Ankara untuk mencari sekutu dalam perselisihan apa pun dengan Rusia.

"Pemerintahan [Presiden AS Joe] Biden harus menepati janjinya dan bekerja dengan kami untuk mengakhiri tragedi di Suriah dan melindungi demokrasi," kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kemarin, seperti dikutip Arab News, Selasa (16/3/2021).

Emre Ersen, pakar hubungan Turki-Rusia di Universitas Marmara di Istanbul, mengatakan insiden terbaru sekali lagi menunjukkan rapuhnya keseimbangan geopolitik di Suriah, karena terjadi hanya beberapa hari setelah pertemuan antara para menteri luar negeri dari Turki, Rusia, dan Qatar tentang solusi krisis Suriah.

Pada 11 Maret, ketiga negara meluncurkan proses konsultasi trilateral baru untuk berkontribusi bagi solusi politik yang langgeng di Suriah.

“Ini juga mengingatkan semua orang bahwa meskipun telah berkembang hubungan khusus antara Ankara dan Moskow dalam beberapa tahun terakhir, perbedaan mereka mengenai solusi konflik regional dapat dengan mudah memicu krisis baru dalam hubungan bilateral,” kata Ersen.

Menurut Ersen, ketegangan semacam itu juga dapat memengaruhi hasil negosiasi jet tempur Su-35 Rusia, meskipun Turki sejauh ini berusaha memilah-milah masalah ini dalam hubungannya dengan Rusia.

“Kedua negara masih saling membutuhkan untuk mewujudkan tujuan mereka di Suriah. Itulah mengapa apa yang disebut 'perkawinan kenyamanan' Turki-Rusia di Suriah akan dipertahankan setidaknya dalam jangka pendek," paparnya.

Navvar Saban, dari Omran Center for Strategic Studies yang berbasis di Istanbul, mengatakan Rusia dan Turki masih memiliki front bersama di Idlib, Perisai Efrat, dan Suriah timur, dan masing-masing front memiliki karakteristik dan tujuannya sendiri.

Dia berpikir bahwa serangan terbaru Rusia bertujuan untuk menguji seberapa besar keinginan Turki untuk maju dengan menargetkan kilang-kilang tersebut.

"Ini adalah pesan langsung untuk menunjukkan apa yang dapat mereka targetkan dan untuk memahami tanggapan Turki," katanya.

“Ini adalah kesepakatan yang rapuh di berbagai bidang. Rusia memiliki keunggulan untuk saat ini dan Turki perlu mengirimkan pesan yang jelas dan langsung untuk menjaga keseimbangan kekuatan," ujarnya.

“Rusia ingin Turki memastikan keamanan jalan raya M4 dan untuk melenyapkan kelompok ekstremis di daerah itu. Di sisi timur, Rusia menginginkan perjanjian gencatan senjata untuk mencegah Turki maju lagi di daerah itu," kata Saban.

Namun, ada ketidaksepakatan di antara para ahli mengenai sejauh mana Damaskus dapat melakukan tindakan militer terhadap Turki secara independen dari Rusia.

Anton Mardasov, seorang sarjana non-residen di program Middle East Institute’s Syria, tidak berpikir bahwa serangan rudal baru terkait dengan peringatan apa pun dari pihak Rusia.

"Serangan rudal terakhir adalah inisiatif independen oleh Damaskus," katanya. “Pengamat luar terlalu membesar-besarkan pengaruh Rusia pada tentara Suriah,” tambah Mardasov.

Menurut Mardasov, Moskow tidak tertarik dengan skandal baru atas Suriah.

“Hal utama bagi Moskow adalah menghilangkan beban ekonominya, jadi lebih memilih untuk bertindak diam-diam,” katanya. “Damaskus tertarik pada PR [public relation] sebelum pemilu dan skandal baru untuk menyeret Rusia ke dalam rekonstruksi," ujarnya.

"Rusia tertarik untuk terus menguji kekuatan Turki, tetapi tidak selama periode waktu ini."

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: