Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biadab! Bukan Demonstran tapi Gadis 16 Tahun Sekarat Ditembak Junta Militer Myanmar

Biadab! Bukan Demonstran tapi Gadis 16 Tahun Sekarat Ditembak Junta Militer Myanmar Polisi anti huru hara menangkap pengunjuk rasa anti-kudeta pada 27 Februari 2021 di Yangon, Myanmar. | Kredit Foto: Getty Images/Hkun Lat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Seorang gadis berusia 16 tahun di Myanmar sedang berjuang untuk hidup di rumah sakit militer pada hari Rabu. Dia bukan demonstran, tapi siswi yang sedang pergi ke pasar dan ditembak pasukan keamanan junta dari jarak jauh.

Orang tuanya dengan panik membawanya dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya untuk menyelamatkannya. Gadis remaja itu terkena tembakan di kepala saat terjebak di area dekat lokasi bentrok antara demonstran dan pasukan junta.

Baca Juga: ASEAN Dinilai Gagal Tangani Krisis di Myanmar

Myanmar menjadi negara kacau sejak junta militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dalam kudeta 1 Februari. Kudeta itu telah memicu pemberontakan massal yang telah membawa ratusan ribu orang ke jalan menuntut kembali ke demokrasi.

Tetapi ketika pihak berwenang semakin beralih ke cara mematikan untuk meredam perbedaan pendapat, semakin banyak warga sipil dan pengamat yang sekarat karena luka tembak. Siswi 16 tahun yang tak bersalah itu menjadi korban terbaru. Dia dikenal dengan nama samaran Ngwe Oo asal Wundwin, sebuah kota terpencil di kawasan Mandalay tengah. Dia sedang dalam perjalanan ke pasar ketika peluru karet menghantamnya kemarin.

"Dia akan membeli sayuran, tapi kemudian pasukan keamanan menembaknya dari kejauhan," kata seorang dokter kepada AFP yang dilansir Kamis (18/3/2021). "Dia bahkan tidak ikut protes."

Apa yang terjadi kemudian adalah perjalanan enam jam yang panik untuk membawa Ngwe Oo ke rumah sakit. Dokternya menggambarkan situasi panik itu mulai dari sistem perawatan kesehatan yang rusak, mengemudi meskipun jam malam diberlakukan junta, dan kurangnya kepercayaan pada layanan kesehatan yang sejalan dengan militer.

Orang tuanya awalnya membawanya ke klinik yang dikelola badan amal, yang membalut kepalanya tetapi menyatakan lukanya terlalu serius. Kemudian mereka pergi ke rumah sakit kota, di mana staf mengatakan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk merawat Ngwe Oo dan merujuknya ke rumah sakit militer terdekat di Pyin Oo Lwin—sekitar tiga jam perjalanan.

Dokter La Min, yang menolak memberikan nama aslinya karena takut akan reaksi dari pihak berwenang, mengatakan kepada AFP bahwa orangtua gadis itu putus asa. Junta berulang kali mengatakan rumah sakit yang dikelola militer adalah pilihan bagi warga sipil—tetapi orang tua Ngwe Oo takut dengan layanan yang didukung tentara.

Sebaliknya, mereka ingin mengemudi ke arah yang berlawanan dengan Meiktila—di mana rumah sakit umum memiliki peralatan dan staf yang dibutuhkan untuk merawat putri mereka.

Tapi saat itu jam sudah lewat jam 20.00 malam—ketika junta Myanmar memberlakukan jam malam. Selama jam malam diberlakukan, siapa pun yang ditemukan di luar rumah mereka bisa ditangkap.

Layanan Medis Dibatasi

Sistem perawatan kesehatan Myanmar—yang merupakan salah satu yang terlemah di Asia Tenggara—semakin berantakan sejak kudeta. Para dokter dan perawat adalah yang pertama mengusulkan gerakan pembangkangan sipil, yang sejak itu menyebar ke sektor lain.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: