Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima setidaknya 37.381 laporan perundungan dalam kurun waktu 2011 hingga 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.473 kasus disinyalir terjadi di dunia pendidikan.
Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) dalam riset Programme for International Students Assessment (PISA) pada Tahun 2018, mengungkapkan sebanyak 41,1% murid di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan. Selain itu, di tahun yang sama, Indonesia juga berada di posisi ke-5 dari 78 negara dengan murid yang mengalami perundungan paling banyak.
Baca Juga: Universitas Pertamina Genjot Inovasi Bidang EBT
Selain memberikan dampak negatif secara fisik dan psikis bagi korban, perundungan juga dapat menjadi penyakit menular. Sebuah badan amal anti penindasan, Ditch the Label, pada tahun 2016 melakukan survey kepada 8.850 responden berusia 12 hingga 20 tahun. Dari hasil penelitian tersebut terungkap bahwa sebanyak 14% pelaku perundungan merupakan korban. Berbagai upaya kemudian dilakukan di berbagai belahan dunia untuk menekan angka perundungan. Termasuk salah satunya, mengurangi efek perundungan guna memutus mata rantai.
Melalui kegiatan FUN Research yang dilaksanakan oleh Universitas Pertamina (UP), siswa SMAN 63 Jakarta menggagas pembuatan aplikasi SPINTHER (Spin Therapy), yakni sebuah aplikasi untuk mengurangi trauma perundungan pada anak. Aplikasi ini berisi sejumlah fitur yang terdiri dari permainan terapi, catatan harian untuk mengungkapkan perasaan atau emosi korban, informasi kontak konselor, kuis untuk mengetahui tingkatan trauma yang dialami korban. Juga disediakan informasi seputar perundungan seperti dampak dan gejalanya.
Syifa Nur Sabila, ketua tim, menyampaikan tujuan pembuatan aplikasi SPINTHER. "Melalui aplikasi ini kami berharap korban perundungan bisa menghilangkan traumanya dan memulai self-healing,” ujarnya.
Aplikasi besutan tim SMAN 63 Jakarta ini meraih juara pertama dalam ajang penelitian FUN Research yang digagas Universitas Pertamina. Kegiatan ini bertujuan memupuk dan menanamkan budaya creative problem solving sejak dini. Kompetisi ini terbuka bagi seluruh siswa/siswi SMA/sederajat di Jabodetabek. Selain mendapatkan pembinaan selama pelaksanaan proyek, pemenang dari kompetisi akan memperoleh pendanaan sampai dengan 15 juta rupiah untuk mengembangkan dan mengaplikasikan purwarupa penelitian mereka.
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan dan Kerjasama Universitas Pertamina, Budi W. Soetjipto, Ph.D., dalam acara penganugerahan pemenang secara daring Rabu, (3/3) 2021, mengungkap kegiatan ini dilaksanakan untuk membangun budaya inovasi sejak dini. "Di Universitas Pertamina, setiap mahasiswa wajib menyelesaikan mata kuliah Critical Thinking dan Creative Problem Solving sebagai upaya membentuk budaya inovasi. Ini yang ingin kita tularkan ke level lebih dini, di kalangan siswa SMA melalui FUN Research," jelasnya.
Budaya inovasi di UP membuahkan hasil sederet prestasi. Baru-baru ini, mahasiswa Universitas Pertamina berhasil menyabet beragam penghargaan di ajang Oil and Gas Intellectual Parade (OGIP). OGIP merupakan event tahunan berskala internasional yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Tim dari Universitas Pertamina meraih juara 1 dan juara 2 dalam kategori Plan Of Development Competition dan Juara 1 dan 2 dalam kategori Geothermal Study Case.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: