Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: BBM Naik Ulah Gubernur Sumut, Bukan Gara-Gara Pertamina

Pengamat: BBM Naik Ulah Gubernur Sumut, Bukan Gara-Gara Pertamina Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, ikut menyoroti keputusan PT Pertamina (Persero) MOR I terpaksa menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Nonsubsidi sebesar Rp200 per liter, menyusul naiknya tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari yang semula 5 persen menjadi 7,5 persen.

Menurut dia, penyesuaian harga tersebut memang harus dilakukan Pertamina, karena PBBKB sendiri termasuk salah satu komponen harga BBM.Baca Juga: Sebentar Lagi Ramadan, Pertamina Obral Harga BBM, Eit... Ada Syaratnya

Sambung dia, sehingga ketika tarif pajak PBBKB di suatu mengalami kenaikan, maka otomatis hal itu akan mendongkrak harga BBM di daerah tersebut.

"Jadi tidak pada tempatnya Gubernur Sumatera Utara menyalahkan Pertamina, karena kenaikan BBM yang terjadi di Sumatera Utara itu sendiri karena memang sesuai dengan Peraturan Gubernur yang mengatur bahwa untuk BBM nonsubsidi tarif PBBKBnya naik menjadi 7,5 persen dari tarif sebelumnya yang hanya 5 persen," katanya, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/4/2021). Baca Juga: Gegara Pemprov Sumut Naikkan PBBKB, BBM Jadi Naik, Puskepi: Yang Salah Bukan Pertamina, Tapi..

Menurut dia lagi, jika Gubernur Sumut Edy Rahmayadi paham dan memang harusnya paham bahwa salah satu komponen harga dari BBM adalah pajak PBBKB maka dia pasti tidak akan menyalahkan Pertamina.

"Sebab ketika Pajak PBBKB mengalami kenaikan maka secara otomatis akan dilakukan penyesuaian terhadap harga BBM, karena salah satu komponen penyusunan harga BBM adalah PBBKB. Sedangkan komponen yang lain adalah harga crude oil, kurs mata uang rupiah, PPn 10 persen, hingga margin untuk penyalur. Jadi memang cukup banyak komponen untuk menentukan harga BBM," paparnya.

Bahkan menurut Mamit, seharusnya di tengah kondisi saat ini di mana masyarakat masih terdampak pandemi Covid-19 pimpinan di daerah tidak melakukan kenaikan pajak PBBKB.

"Justru jika ingin membantu masyarakat maka gubernur harus mengurangi tarif pajak tersebut," ucapnya.

"Kita tahu bahwa Pajak PBBKB ini untuk mengisi kas daerah, artinya tidak masuk ke pusat atau ke Pertamina.  Jadi meskipun ditagih oleh badan usaha tapi nanti akan disetorkan ke kas daerah ataun Pemda," tambah dia.

Karena itu, ia meminta masyarakat perlu dikiruskan bahwa kenaikan harga BBM nonsubsidi di Sumatera Utara itu memang karena ada komponen yang dinaikkan oleh Pemda sendiri yaitu PBBKB. 

"Saya kira masyarakat perlu paham juga bahwa ini bukan kesalahan dari Pertamina sehingga jangan salahkan Pertamina. Apalagi di daerah-daerah lain seperti di Jakarta, di Jawa dan daerah-daerah lainnya tidak mengalami kenaikan harga BBM dan masihbtetao seperti biasa karena memang tidak mengalami kenaikan pajak PBBKB," pungkasnya.

Diketahui sebelumnya,  Pertamina (Persero) secara resmi menaikan harga BBM nonsubsidi di wilayah Sumut mulai Kamis, 1 April 2021. Pertamina beralasan, kenaikan harga mengikuti kenaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang ditetapkan Pemprov Sumut.

Dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Sumut yang diteken Edy Rahmayadi disebutkan, PBBKB naik dari 5 persen menjadi 7,5 persen. Hal itu menyebabkan harga BBM di Sumut naik Rp 200.

Sedangkan untuk tarif PBBKB Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) seperti Premium dan Jenis BBM Tertentu (JBT) seperti Bio Solar tidak mengalami perubahan.

Namun, Gubernur Edy Rahmayadi membantah pernyataan PT Pertamina (Persero) terkait alasan kenaikan harga BBM nonsubsidi di wilayahnya. Edy menyatakan, kenaikan harga BBM tidak ada kaitannya dengan Pergub Sumut yang diterbitkannya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: