Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memanas, Pemilu Palestina Diramalkan Bikin Perpecahan dalam Negeri

Memanas, Pemilu Palestina Diramalkan Bikin Perpecahan dalam Negeri Polisi Palestina menghentikan kendaraan yang membawa sayur mayur saat penerapan lockdown ditengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), dekat kamp pengungsian Beach di Kota Gaza, Jumat (4/9/2020). | Kredit Foto: Antara/REUTERS/Mohammed Salem
Warta Ekonomi, Ramallah, Tepi Barat -

Pemilihan umum Palestina akan mulai digelar pada akhir Mei mendatang. Puluhan orang dilaporkan mencalonkan diri dalam pemilihan umum pertama dalam kurun waktu 15 tahun terakhir.

Seperti diketahui, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas mengumumkan bahwa pemilihan umum 2021 akan mencakup pemilihan legislatif pada 22 Mei, pemilihan presiden pada 31 Juli, dan pemilihan Dewan Nasional Palestina pada 31 Agustus.

Baca Juga: Amerika dan Israel Terang-terangan Ungkapkan Ketakutan Sama Organisasi Teroris Palestina

Menurut analis, dengan banyaknya pencalonan, menandai potensi penyebaran suara dan perpecahan dalam sikap pemilih. Ini karena sebagian besar daftar calon independen kecil diharapkan tidak dapat melewati ambang batas.

Abdulmajid Sweilem, seorang analis politik dari kota Ramallah, Tepi Barat menuturkan, dengan banyaknya calon yang mendaftar menggambarkan betapa bersemangatnya orang-orang Palestina untuk untuk menyambut pemilihan umum, setelah 15 tahun absen.

"Pemilu mendatang sangat penting, karena ini adalah pertempuran yang menentukan dan menentukan masa depan sistem politik Palestina dan seluruh tujuan nasional," katanya, seperti dilansir Xinhua.

Menjelaskan banyaknya pencalonan, Sweilem mengutip Partai Fatah pimpinan Abbas, yang mengajukan tiga daftar kandidat, yakni satu resmi, sementara dua lainnya dipimpin oleh mantan pemimpin Fatah yang dipecat oleh Abbas dari komite pusat partai.

"Perpecahan ini pasti akan melemahkan daftar resmi partai Fatah yang berkuasa di dewan legislatif yang baru dan mungkin membuka jalan bagi Hamas untuk memerintah Otoritas Palestina," ujarnya.

Sementara banyak kandidat menjunjung tinggi pluralisme politik, banyak kandidat lainnya mungkin bereaksi negatif, sehingga mengarah pada potensi penyebaran suara.

"Terutama ketika calon yang kurang berpengaruh secara mengejutkan memperoleh suara lebih banyak dari yang diharapkan," ucap Mkhaimar Abusada, seorang profesor ilmu politik di Universitas al-Azhar di Gaza.

"Sebagian besar daftar pemilih adalah independen dan tidak berafiliasi dengan faksi politik mana pun, sehingga potensi penyebaran suara akan melemahkan peluang mereka untuk memberikan dampak nyata, dan pada akhirnya kekuasaan Dewan Legislatif terpilih, karena kemungkinannya sangat besar bahwa tidak ada partai yang mendapatkan suara mayoritas yang diperlukan," jelasnya.

Seperti yang ditunjukkan oleh para analis, sebagian besar daftar kecil independen bahkan tidak akan mencapai ambang batas pemilihan 1,5 persen suara mengingat penyebaran mereka dan polarisasi politik di wilayah Palestina.

Rajab Abu Sereyah, seorang analis politik dari Ramallah, mengatakan bahwa sistem representasi proporsional penuh yang diadopsi dalam pemilihan legislatif akan melemahkan kemungkinan sebagian besar daftar untuk mencapai ambang pemilihan.

Jika dihitung berdasarkan 77,69 persen jumlah pemilih dalam pemilihan legislatif terakhir yang diadakan di Palestina pada tahun 2006, satu kursi di Dewan Legislatif terpilih harus setara dengan 20 ribu hingga 30 ribu suara.

"Saya yakin bahwa daftar kecil independen tidak akan berhasil mencapai Dewan Legislatif Palestina, sedangkan daftar terbesar Fatah dan Hamas pasti akan berhasil, tetapi dengan jumlah kursi yang kecil," kata Sereyah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: