Lewat Twitter hingga TikTok, Aktivis Milenial Myanmar Bertempur Lawan Junta Militer
Panggilan telepon dan pesan teks dipindahkan ke layanan pesan terenkripsi seperti Signal atau Telegram. Ketika internet diblokir sepenuhnya, orang-orang menggunakan telepon.
Gerakan pembangkangan sipil yang lebih luas segera online, dengan platform yang digunakan untuk mengatur boikot dan pemogokan. Aktivis mengatakan mereka akan melanjutkan protes terhadap aturan militer, dan akan menggunakan media sosial untuk menyiarkan pesan mereka ke khalayak internasional.
“Masalahnya dengan jurnalis warga, kami ada di mana-mana. Kami semua memiliki perangkat digital dan kami semua masih dapat menemukan koneksi internet,” kata Thinzar Shunlei Yi.
Jumlah pengguna Twitter di Myanmar tumbuh dari sekitar 190.000 pada Desember 2020 menjadi 1,2 juta pada Maret 2021, menurut angka di StatCounter dan DataReportal.
Seiring intensitas protes yang semakin meningkat, Twitter kini dipenuhi dengan gambar dan video menggunakan tagar #WhatsHappeningInMyanmar.
Yang lain pindah ke TikTok dan mulai memposting langsung dan merekam video bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi, dan memberikan penghormatan kepada mereka yang terbunuh. Tagar #savemyanmar telah digunakan 1,4 miliar kali di platform.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: