Bos KKB Teroris Papua Mau Ajak Jokowi Dialog, Jangan Mau! Nanti Mereka Besar Kepala
Tak terima Kelompok Kriminal Bersenjata Papua atau KKB dicap teroris, pemimpin Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda mengajak, Presiden Jokowi dialog.
Jokowi pun diingatkan jangan mau, nanti mereka besar kepala. Apalagi selama ini dialog yang dilakukan pemerintah dibalas dengan penembakan dan pembunuhan warga sipil.
Baca Juga: Tindakan KKB Teroris di Papua Sangat Brutal, Sampai Ajak Perang TNI Polri?: Sini Saya Potong Lehermu
Permintaan dialog disampaikan Benny Wenda, kemarin. Menurutnya, penetapan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) sebagai teroris tidak tepat.
“Ketimbang merespons dengan lebih banyak pelanggaran HAM, Anda (Jokowi) harus duduk bersama dengan saya, Presiden dengan Presiden, dan menemukan cara untuk mengakhiri konflik ini secara damai,” tulis Benny.
Menurut dia, tudingan pemerintah terhadap OPM tidak benar. Justru pemerintahlah yang melakukan teror selama 60 tahun di Bumi Cendrawasih.
Bagaimana tanggapan pemerintah? Menko Polhukam, Mahfud MD memastikan, penindakan hukum yang akan dilakukan ke teroris Papua sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Menurut Mahfud, ancaman-ancaman dan berbagai tindak kekerasan yang dilakukan KKB selami ini telah menyebabkan teror dan rasa takut di masyarakat.
“Itulah terorisme. Bandara dikepung, kalau ada pesawat ditembak. Pesawat datang dibakar, sekolah dibakar, orang dibakar,” kata Mahfud. “Sehingga kita buat tindakan yang tegas, cepat dan terukur,” tegas Mahfud.
Mahfud membeberkan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, sebanyak 95 orang menjadi korban meninggal akibat aksi teror yang dilakukan teroris Papua. “Itu dengan tindakan yang sangat brutal,” tegas Mahfud.
Tak hanya itu, di luar korban meninggal terdapat juga korban yang mengalami luka berat akibat tindakan teroris Papua. Total ada 110 korban yang mengalami luka-luka setelah mereka serang.
“Masyarakat atau warga sipil 53 orang terluka teraniaya, dianiaya, TNI 51 orang, dan Polri 16 orang,” cetusnya.
Mahfud menambahkan, selama ini pemerintah bersabar dan berlaku wajar terhadap seluruh perilaku dan tindak kekerasan yang dilancarkan para jaringan teroris Papua. Pemerintah selalu berupaya menyelesaikan persoalan konflik tersebut agar tidak mencederai hak asasi manusia.
Sementara itu, Analis Papua Adriana Elisabeth mengaku, ini bukan kali pertama Benny mengajak Pemerintah Indonesia mencari solusi bersama. Jokowi juga pernah menyatakan siap berdialog dengan kelompok pro referendum. “Namun, belum ada tindak lanjut,” jelas Adriana, kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Adriana, pemahaman dialog antara kedua belah pihak belum senada. Termasuk format, agenda, tempat dan representasi dalam dialog. “Pemerintah maunya Papua damai, sedangkan KKB Papua maunya merdeka,” ujar Adriana.
Apakah layak pemerintah menerima ajakan dialog? Kata dia, Semua tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Akan tetapi jika menoleh sejarah kekejian teroris Papua, rasanya sulit untuk memaafkannya. Karena deretan kebengisan teroris Papua seperti tak ada habisnya. “Nanti mereka bisa makin besar kepala,” tegasnya.
Warganet juga terbelah menyikapi hal ini. Ada yang mendukung pemerintah bersikap keras, ada juga yang minta digelar dialog. Akun @Redstreet15 mempertanyakan, dialog apa yang dimau OPM. Pasalnya, selama ini mereka selalu pakai kekerasan kepada orang yang tidak bersenjata.
“Masih ingat pekerja jembatan tanpa ampun dibantai? Guru, ojek, penduduk asli Papua mereka bunuh juga. Dialog yang mana yang mau ditempuh? Kalau mereka adu fisik sesama bersenjata masih ok, lha ini,” kesalnya.
Sementara, akun @Laduni_Sadja mengatakan, soal Papua memang tidak mudah. Perlu adanya dialog inrensif agar penyelesaiannya tidak menggunakan perspektif militer. “Di era demokratis, halaman belakang dan depan “Rumah Kita” harus good looking ditinjau dari semua perspektif,” cuitnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq