Ketua Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) Roso Daras prihatin, upaya selama hampir empat bulan mendesak Badan POM sebagai pemegang regulasi atas peredaran makanan dan obat-obatan untuk mencantumkan label peringatan konsumen pada kemasan galon guna ulang yang mengandung BPA, belum ditindaklanjuti dengan cepat oleh BPOM.
Padahal, jika permintaan JPKL kepada BPOM supaya memberi label peringatan konsumen pada kemasan AMDK Galon Guna ulang yang mengandung BPA dilakukan, dengan tujuan agar tidak dikonsumsi bayi, balita, dan ibu hamil dipenuhi, jutaan bayi tidak akan terpapar BPA secara akumulatif.
Baca Juga: Soal Keamanan Galon Guna Ulang, Komisi IX Hormati dan Dukung Kebijakan BPOM
Menurutnya, dugaan JPKL tentang bahaya BPA bukan isapan jempol atau hoaks seperti yang sering diserukan oleh beberapa pihak yang ingin membelokkan fakta bahwa bahaya BPA nyata, demi kepentingan bisnis. Kali ini, bukti itu bukan hanya didapat dari hasil penelitian pihak lain, melainkan sekarang JPKL telah membuktikan sendiri.
Pada pertemuan JPKL dan BPOM, 4 Februari 2021 lalu, pihak JPKL mengajukan usulan agar BPOM mencantumkan label peringatan konsumen pada kemasan galon guna ulang yang mengandung BPA agar tidak dikonsumsi oleh bayi, balita, dan janin pada ibu hamil. Pertimbangannya adalah hasil penelitian dari berbagai negara maju yang menyatakan Bisphenol A berbahaya bagi bayi, balita, dan janin pada ibu hamil. Menurut hasil riset peneliti internasional dan nasional, paparan BPA dapat memengaruhi berat badan lahir, perkembangan hormonal, perilaku, autisme, kerusakan sel- sel saraf otak secara permanen dan risiko kanker di kemudian hari.
Terkait usulan JPKL tersebut, BPOM meminta JPKL untuk melakukan penelitian terhadap migrasi BPA di dalam galon guna ulang. Menurut Roso Daras, pada Maret lalu, JPKL mengirimkan sampel berupa beberapa galon guna ulang yang kemasannya mengandung BPA, didapat dari mata rantai distribusi AMDK galon guna ulang ke Tuv Nord Laboratory Service, untuk dianalisis migrasi bisphenol A.
Analisis migrasi BPA dilakukan selama 25 hari di Tuv Nord Laboratory Service dengan mengikuti analisis parameter BPA Metode SNI 7626-1:2017. Penggunaan Metode SNI 7626-1:2017 ini adalah Standard Nasional Indonesia, Cara Uji Migrasi Zat Kontak Pangan Dari Kemasan Pangan-Bagian 1: Plastik Karbonat (PC), Migrasi Bisfenol A (BPA).
"Kami telah menuruti permintaan BPOM. Karena kami punya keterbatasan dalam hal penelitian, kami dari JPKL meminta Tuv Nord Laboratory Service untuk melakukan analisis terhadap migrasi bisphenol A pada galon guna ulang polikarbonat 19 liter," jelas Roso Daras dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (18/5/2021).
Hasilnya, dia melanjutkan, sungguh mengejutkan sebab migrasi BPA-nya berkisar antara 2 hingga 4 ppm. Padahal, batas toleransi yang diizinkan BPOM adalah 0,6 ppm/bpj. "Ini benar-benar skandal. Ini yang menganalisis migrasi BPA adalah laboratorium berskala internasional yang kredibel dan independen," ungkap Roso Daras.
Kemudian, JPKL segera berkirim surat ke BPOM untuk melaporkan hasil penelitian migrasi BPA tersebut. Selain hasil analisis migrasi BPA yang dilakukan oleh Tuv Nord Laboratory Service, JPKL juga menyampaikan hasil penelitian migrasi BPA dan kajiannya ke BPOM dari referensi peraturan terkait BPA dari beberapa negara, berbagai riset dari peneliti dunia dan Indonesia, yang menyatakan bahwa kemasan plastik yang mengandung BPA berbahaya dan telah dilarang penggunaannya di negara maju.
"Dengan disampaikan hasil analisis lab migrasi BPA, penelitian dan kajian peraturan di beberapa negara serta peneliti bahaya BPA ke BPOM. JPKL berharap BPOM mau me-review dan merevisi peraturan mengenai informasi BPA yang telah berlaku dan mau memberi label peringatan konsumen pada kemasan galon guna ulang polikarbonat 19 liter yang mengandung BPA. Sebab, siapa lagi kalau bukan BPOM? Kami sangat mendukung BPOM untuk menjaga kesehatan masyarakat Indonesia dan dukungan itu dilengkapi dengan hasil analisis dan kajian yang akurat. Setidaknya, analisis laboratorium dilakukan oleh pihak yang sangat kompeten," papar Roso Daras.
Roso Daras percaya, dengan hasil penelitian dan kajian tersebut, BPOM akan mendengarkan temuan JPKL dan permintaan konsumen. Sebab, menurutnya, tim BPOM terdiri dari orang-orang yang peduli akan kesehatan masyarakat, bukan melindungi pihak yang menyerukan bahaya BPA adalah hoax dan membelokkan fakta bahwa BPA aman; tidak bahaya bagi bayi, balita, dan ibu hamil demi keuntungan semata dengan mengesampingkan kesehatan masyarakat Indonesia.
"Karena dari hasil analisis yang dilakukan Tuv Nord, hasilnya jauh melewati batas toleransi, yaitu migrasinya berkisar antara 2 hingga 4 ppm di atas ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM, yaitu 0,6 ppm. Kalau saja hasilnya, misal cuma 0,5 ppm, JPKL akan mengatakan apa adanya. Ini batas toleransi yang dilewati sudah sangat jauh dan ini berbahaya," pungkas Roso Daras.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: