Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jangan Gagal Paham! Meski Terproteksi, RDT Juga Tetap Mengandung Risiko!

Jangan Gagal Paham! Meski Terproteksi, RDT Juga Tetap Mengandung Risiko! Kredit Foto: Freepik/Indylooker
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kondisi gagal bayarnya sejumlah surat utang korporasi akibat pandemi COVID19 rupanya berbuntut panjang. Pasalnya tidak sedikit surat utang bermasalah tersebut yang dijadikan aset dasar (underlying asset) bagi produk Reksa Dana Terproteksi (RDT) yang dikelola oleh perusahaan manajer investasi. Lantaran underlyingnya bermasalah, maka tentu kinerja RDT bersangkutan turut terganggu. Hal ini memantik respon sebagian pihak yang mempertanyakan nasib RDT tersebut yang rupanya masih memiliki risiko default (gagal bayar), meski dalam penamaan produknya saja sudah menggunakan istilah ‘terproteksi’. “Memang ada sebagian (investor) yang berpikiran demikian. Agar tidak simpang siur, mari kembalikan saja pada OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai regulator, di mana di sikapiuangmu.ojk.go.id jelas tertera bahwa RDT merupakan jenis reksa dana yang akan memproteksi 100 persen pokok investasi investor pada saat jatuh tempo,” ujar Ketua Presidium Dewan Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI), Prihatmo Hari Mulyanto, dalam keterangan resminya, Kamis (20/5).

Devinisi bahwa proteksi diberikan saat jatuh tempo, menurut Prihatmo, karena memang RDT memiliki jangka waktu investasi yang telah ditentukan sebelumnya oleh pihak Manajer Investasi. Meski memang proses pencairan oleh investor dapat dilakukan sebelum jatuh tempo. “Karena dicairkan sebelum jatuh tempo, maka jaminan adanya proteksi terhadap pokok investasinya juga belum berlaku. Berbeda dengan Reksa Dana Terbuka dan Reksa Dana Indeks. RDT memiliki masa penawaran, sehingga investor hanya dapat membeli reksa dana ini pada saat tertentu saja. Soal manfaat, risiko, kewajiban, serta cara membelinya, RDT tetap relatif sama dengan produk atau jenis reksa dana lainnya,” tutur Prihatmo.

Dikatakan Prihatmo, penjelasan ini penting disampaikan kepada publik lantaran akhir-akhir banyak pihak yang masih berpendapat bahwa sesuai dengan namanya, maka penempatan investasi di RDT tidak memiliki risiko default (gagal bayar). Tak hanya itu, sejumlah pihak bahkan menganggap jika satu saat aset dasarnya bermasalah maka pihak manajer investasi bertanggung jawab atas pengembalian pokok dan imbal hasilnya. “Padahal sesuai penjelasan dari OJK di atas, dapat dijelaskan bahwa RDT memang memberikan proteksi nilai investasi awal berdasarkan kebijakan pengelolaan aset dasarnya. Namun hal itu tidak menghilangkan risiko atas aset dasarnya, sehingga risiko investasi pada RDT tetap ada, yaitu risiko atas aset dasarnya, seperti risiko default (gagal bayar),” papar Prihatmo.

Dengan logika demikian, lanjut Prihatmo, maka jika risiko investasi tersebut terjadi, pihak yang harus bertanggung jawab adalah pihak yang menerbitkan aset dasar RDT tersebut dan bukan pihak manajer investasi. Logika ini diperkuat dengan fakta bahwa penjelasaan tentang aset dasar RDT telah dicantumkan pada Prospektus dan dokumen penawaran produk yang tentunya harus dipahami dengan baik oleh investor. “Sedangkan kewajiban Manajer Investasi dan Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) adalah menjelaskan tentang produk dan aset dasarnya itu kepada calon investor. Jadi harus dipahami bahwa RDT bukannya bebas risiko. RDT masih tetap memiliki risiko pada aset dasarnya, sehingga memang investor harus memahami dengan benar tentang apa dan bagaimana risiko itu pada saat memutuskan berinvestasi di RDT terkait,” tegas Prihatmo.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma

Bagikan Artikel: