Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pejabat Amerika untuk Indo-Pasifik Makin Prihatin dengan Kondisi Myanmar yang Memburuk

Pejabat Amerika untuk Indo-Pasifik Makin Prihatin dengan Kondisi Myanmar yang Memburuk Polisi anti huru hara menangkap pengunjuk rasa anti-kudeta pada 27 Februari 2021 di Yangon, Myanmar. | Kredit Foto: Getty Images/Hkun Lat
Warta Ekonomi, Washington -

Koordinator Kebijakan Presiden Joe Biden untuk kawasan Indo-Pasifik, Kurt Campbell, mengatakan situasi di dalam pemerintahan militer Myanmar sangat memprihatinkan dan memburuk, Selasa (8/6/2021). Dia menjelaskan Amerika Serikat (AS) sedang melihat semua kemungkinan skenario di wilayah itu.

"Tidak dapat disangkal bahwa kekerasan meningkat. Kami melihat tidak hanya tantangan dari pemberontakan etnis, tetapi oposisi yang semakin terorganisir dan terarah," kata Campbell dalam acara daring yang diselenggarakan oleh Center for a New American Security.

Baca Juga: Junta Myanmar Klaim Lakukan Langkah-Langkah Menuju Demokrasi, Apa Buktinya?

Campbell mengakui ada kemungkinan nasib dari runtuhnya Myanmar mengingat situasi yang memburuk. “Sulit untuk tidak berkecil hati dengan apa yang telah kita lihat. Saya akan mengatakan situasi di dalam negeri mengkhawatirkan. Dan situasinya terus memburuk. Saya pikir kita melihat semua skenario," ujarnya.

Campbell mencatat bahwa pemimpin kudeta Myanmar Min Aung Hlaing telah mengakui dalam sebuah wawancara yang disiarkan di televisi milik militer bahwa dia tidak mengantisipasi tingkat kerusuhan sipil.

Dia pun menyinggung sikap Washington yang mendukung upaya Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan lainnya untuk mencoba memulai proses mengembalikan Myanmar ke demokrasi dan mendesak negara-negara mengisolasi para jenderal secara diplomatis.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta militer 1 Februari, dengan protes setiap hari di kota-kota besar dan kecil. Kondisi ini meluas dengan pertempuran di perbatasan antara militer dan milisi etnis minoritas.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan sekitar 100 ribu orang di negara bagian Kayah telah mengungsi karena pertempuran yang termasuk serangan membabi buta oleh pasukan keamanan di daerah sipil.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: