Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perhatian dan Dengar, Pakar Militer Amerika Korek Dosa China di Laut China Selatan

Perhatian dan Dengar, Pakar Militer Amerika Korek Dosa China di Laut China Selatan Kredit Foto: Wikimedia Commons/Tyg728
Warta Ekonomi, Hong Kong -

Pakar Strategi Geo-Politik dari Amerika Serikat, Andrew Erickson, menyebut Pemerintah Tiongkok ingin memperluas wilayah Laut China Selatan yang diklaimnya dengan memanfaatkan milisi maritim atau penjaga pos atau penjaga pantai. Maka, operasi zona abu-abu yang dilakukan Pemerintah Tiongkok bukan untuk meningkatkan ketegangan bersenjata.

"Dalam peta yang didapatkan dari institut pusat kajian terhadap China, ada dua hal utama yang bisa kita lihat yaitu klaim kedaulatan China terhadap wilayah yang disengketakan, dan tanda batas-batas dari wilayah yang disengketakan atau zona abu-abunya," kata Andrew saat webinar pada Rabu.

Baca Juga: Code of Conduct Gak Serta Merta Beresin Masalah Pelik di Laut China Selatan, Kenapa?

Menurut dia, ada tiga kekuatan laut atau kekuatan maritim yang menjadi atau dipergunakan Pemerintah Tiongkok untuk menunjang atau mendukung kebijakannya di Laut Cina Selatan. Pertama, angkatan Laut Tiongkok yang berada di bawah Angkatan Bersenjata Tiongkok.

Kedua, penjaga pos pantai yang berada di bawah Polisi Bersenjata Tiongkok. Ketiga, kekuatan milisi atau milisi maritim yang juga berada di bawah kekuatan milisi bersenjata dari Pemerintah Tiongkok.

"Ketiga kekuatan tersebut memiliki kekuatan laut sangat besar untuk Tiongkok sendiri," ujarnya.

Maka dari itu, Andrew mengungkapkan milisi maritim ini memiliki kapal-kapal yang jumlahnya sangat banyak, dan mereka memiliki unit di dalamnya atau elit yang ditugasi atau bertanggung jawab dalam berbagai insiden-insiden di kawasan yang disengketakan tersebut. Diketahui, milisi maritim ini beroperasi di Provinsi Henan, Tiongkok.

"Mayoritas dari unit elit di dalam milisi maritim, sebetulnya merupakan anggota milisi yang bersifat paruh waktu. Dalam keseharian, mereka memiliki pekerjaan normal kebanyakan sebagai nelayan. Namun, mereka dilatih dan dilengkapi fasilitas-fasilitas tertentu, dan mereka selalu siap diaktifkan jika perlu diterjunkan," jelas dia.

Lebih lanjut, Andrew mengaku tidak bisa memberikan informasi terkait aktivitas Tiongkok di Laut Natuna Utara. Karena selama tujuh tahun melakukan kajian, Andrew bersama pihaknya tidak bisa mendapatkan informasi dari sumber-sumber yang sifatnya resmi dan terbuka dari Pemerintah Tiongkok mengenai hal tersebut.

"Yang bisa kami sampaikan adalah informasi yang kami dapatkan dari sumber lainnya dan informasi sifat terbuka terkait dengan penekanan yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok dalam hal kehadiran kapal-kapal ikannya di wilayah yang disengketakan. Hasilnya, kapal-kapal ikan tersebut mendapat subsidi penuh atau insentif dari Pemerintah Tiongkok atas aktivitas yang mereka lakukan di wilayah sengket," katanya.

Bahkan, Andrew menyampaikan temuan dari koleganya bahwa ada satu frase atau istilah yang digunakan oleh Pemerintah Tiongkok yaitu kapal-kapal tersebut menjadi tulang punggung.

"Kolega saya meyakini bahwa istilah ini ditujukan kepada milisi maritim," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: