Pabrik Pepsi di Gaza Gulung Tikar, Penyebabnya Siapa Lagi Kalau Bukan Israel
Pepsi terpaksa menghentikan operasionalnya di Gaza pada pekan ini karena pembatasan impor Israel diperketat. Pemilik perusahaan mengatakan, pengetatan impor diberlakukan selama konflik yang berlangsung 11 hari pada 10 Mei lalu antara pasukan Israel dan kelompok militan Palestina.
Pemilik perusahaan Pepsi Gaza, Hamam al-Yazeji, mengatakan sejak gencatan senjata Israel kembali membuka ekspor secara terbatas dari Gaza pada Senin (21/6/2021).
Baca Juga: Lihatlah Ikhlasnya Bulan Sabit Merah Turki Tolong Rakyat Gaza, Mulai Buka Pusat Logistik hingga...
Namun Israel tetap memberlakukan langkah-langkah pengetatan pada impor bahan mentah, termasuk gas karbon dioksida dan sirup yang dibutuhkan untuk memproduksi minuman soda Pepsi, 7UP, dan Mirinda.
"Kemarin kami benar-benar kehabisan bahan baku dan sayangnya kami harus menutup pabrik, memulangkan 250 pekerja," kata Yazeji.
Yazeji menjelaskan sebelum pertempuran pada 10 Mei, Pepsi Gaza diizinkan untuk mengimpor bahan baku yang dibutuhkan. Pabrik Pepsi Gaza telah beroperasi terus menerus sejak tahun 1961, ketika Perusahaan Minuman Ringan Yazeji yang berbasis di Gaza memperoleh hak untuk memproduksi 7UP dan jenis soda lainnya.
Yazeji mengatakan pabrik Pepsi Gaza bernilai sekitar 15 juta dolar AS. Produk minuman soda itu didistribusikan secara lokal. Pepsi juga membuka operasional di Tepi Barat yang diduduki dan bernilai sekitar 30 juta dolar AS. Pabrik Pepsi di Tepi Barat mendistribusikan produk mereka ke Yerusalem Timur dan sekitarnya.
Yazeji meneteskan air mata saat dia berjalan melewati pabriknya yang kosong pada Senin. Dia menyebut penutupan pabrik ini adalah sebuah bencana.
"Tahun ini seharusnya menjadi tahun yang luar biasa, kami merayakan 60 tahun sejak memulai produksi. Kami tidak bisa merayakan hari besar ini," kata Yazeji.
Badan militer Israel yang mengelola urusan sipil di wilayah Palestina (COGAT) mengatakan pihaknya menghentikan impor bahan baku industri ke Gaza karena masalah keamanan. Namun COGAT mengatakan Israel mengizinkan impor bahan lain ke Gaza termasuk bahan bakar, makanan, obat-obatan, dan peralatan medis.
"Karena situasi keamanan, impor bahan baku industri dari Israel ke Jalur Gaza tidak dimungkinkan," ujar pernyataan COGAT.
Israel dan Mesir menjaga kontrol ketat atas perbatasan Gaza. Mereka menyatakan pembatasan diperlukan untuk menghentikan pengiriman senjata ke kelompok Hamas dan mencegah agar senjata tersebut tidak diproduksi secara lokal.
Para analis mengatakan penutupan juga dapat terjadi di pabrik-pabrik Gaza lainnya jika Israel terus mempertahankan pembatasan. Menurut data PBB, industri manufaktur membentuk sekitar 10 persen dari ekonomi yang didominasi sektor jasa di Gaza.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: