Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memutuskan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terkait kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dengan keluarnya SP3, KPK menghentikan proses pengusutan perkara BLBI.
Pengamat kebijakan publik Abdul Fatah mengatakan, dengan dihentikannya proses pengusutan kasus BLBI, Satgas BLBI diminta lebih optimal dalam mengupayakan pengembalian kerugian negara atas kasus ini.
"Korupsi BLBI merupakan salah satu mega korupsi di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp138 trilun lebih dari total Rp144,37 triliun dana yang dikucurkan," kata Fatah dalam talkshow bertajuk "Satgas BLBI: Kapan Bertindak?" yang digelar Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat bekerja sama dengan Radesa Institut di Kafe Upnormal, Raden Saleh, Jakarta, Kamis (24/6/2021).
Dikatakan Fatah, Ada dua obligator terbesar dalam kasus BLBl ini yakni Sjamsul Nursalim yang sudah menerima kucuran dana BLBI sebesar Rp47 triliun dan sempat menjadi tersangka dalam kasus yang merugikan negara saat pemulihan Bank Dagang Nasional Indonesia.
Menurut fatah penghentian penyidikan kasus BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim membuat publik mulai bertanya-tanya, bagaimana nasib kasus-kasus lain yang terkait dengan BLBI di KPK?.
Yang kedua Kasus perusahaan tekstil raksasa, Texmaco, kata Fatah, salah satu yang patut dipertanyakan.
Kasus Texmaco bermula pada 1997, saat perusahaan milik Marimutu Sinivasan itu mengajukan permohonan bantuan likuiditas kepada Bank Indonesia melalui Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar USD300 juta untuk menuntaskan kewajiban jangka pendek berupa pelunasan commercial paper yang sudah jatuh tempo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat