KOL Stories x Nizar Iman: Covid-19 Menggila, Saham Farmasi dan RS Mengamuk, Prank Bukan Yah?
Pandemi Covid-19 di Indonesia telah memasuki gelombang kedua. Belakang ini, kasus Covid-19 terus mencatatkan rekor tertinggi. Pada 12 Juli 2021, pemerintah melaporkan terjadi penambahan 40.427 kasus Covid-19 di Indonesia dalam 24 jam terakhir.
Angka tersebut merupakan penambahan kasus harian tertinggi sejak kasus Covid-19 pertama kali terkonfirmasi pada 2 Maret 2020. Ini juga merupakan untuk kali pertama penambahan pasien dalam sehari mencapai lebih dari 40.000 kasus.
Kondisi tersebut pun ternyata membuat harga saham perusahaan yang berhubungaan dengan kesehatan seperti farmasi, laboratorium, serta rumah sakit (RS) terus mengalami peningkatan dalam beberapa waktu terakhir.
Dalam satu bulan saja, saham emiten farmasi dan RS seperti PT Kimia Farma Tbk telah melesat 970 poin atau 37,74% ke harga Rp3.540 per saham; saham PT Indofarma Tbk naik 970 poin atau 43,69% ke Rp3.270 per saham; PT Itama Ranoraya Tbk melejit 610 poin atau 38,85% ke harga Rp2.180 per saham.
Baca Juga: IHSG Kebakaran, Saham-Saham Ini Nasibnya Paling Boncos!
Selain itu, PT Siloam International Tbk melesat 2.050 poin atau 23,63% ke Rp10.725 per saham; PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk meroket 250 poin atau 47,62% ke Rp775 per saham; PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk tumbuh 250 poin atau 24,51% ke Rp1.270 per saham; dan PT Prodia Widyahusada Tbk menenjak 4.600 poin atau 112% ke Rp8.700 per saham.
Meningkatnya kasus Covid-19 memang membuat RS kewalahan dalam menangani pasien, kemudian juga kebutuhan akan obat meningkat dan pemerintah pun bergerak cepat untuk melakukan tracing dan vaksinasi.
Namun, kondisi seperti saat ini pernah terjadi ketika gelombang pertama Covid-19 melanda Indonesia. Kenaikan juga terjadi pada saham-saham tersebut hingga membuat masyarakat berebut untuk mengoleksinya. Akan tetapi, euforia tersebut langsung hilang ketika vaksinasi mulai dilakukan, saham-saham tersebut langsung terkena auto-reject bawah berkepanjangan hingga membuat banyak investor mengalami kerugian.
Lalu, apakah kondisi tersebut akan kembali berulang terhadap saham-saham tersebut? Terkait hal tersebut, Warta Ekonomi melalui program KOL Stories pun berinisiatif untuk membedahnya bersama dengan Nizar Imam Hanafi, seorang Youtuber sekaligus influencer saham, dengan teema Covid-19 Menggila Saham Farmasi dan RS Mengamuk, Prank Bukan Yah?.
Melihat geliat saham emiten farmasi, laboratorium, dan rumah sakit yang kembali jadi primadona di pasar modal, apa tanggapan Anda terhadap situasi ini?
Menurut saya pribadi, jika kita berbicara harga saham, untuk jangka pendek sendiri berkaitan dengan sentimen yang sedang kaget. Jadi memang wajar saat terjadi pandemi seperti ini, saham-saham di sektor kesehatan naik semua. Namun, yang perlu saya garis bawahi adalah untuk jangka pendek. Jika kita ingin long term investment, itu kita tidak bisa sekadar menelan isu saja dan kembali melihat performa perusahaannya seperti apa.
Beberapa di antara saham-saham sektor kesehatan yang ada di bursa beberapa sudah menorehkan pendapatan yang sangat signifikan, contohnya PRDA, karena penjualannya sangat laku sehingga dia menerima banyak cash-in.
Namun, beberapa di antaranya lebih banyak yang sebenarnya tidak terlalu cuan bisnisnya, tetapi harganya juga turut naik. Jika pandemi ini sudah berhenti, pendapatan yang naik signifikan ini akan kembali normal sehingga EPS-nya akan mengecil, jadi terlihat lebih mahal.
Melihat tingginya harga saham tersebut, apakah harga saat ini sudah dinilai terlalu mahal? Apakah kondisinya akan sama dengan awal tahun di mana investor banyak yang terkena prank?
Kita coba pakai logika sederhana, kalau Januari 2021 itu sempat berada di harga all-time high, setelah itu dihajar ARB berjilid-jilid. Kalau sekarang naik lagi, pasti ada sebagian orang yang kapok. Artinya, demand tidak sebanyak itu lagi sehingga menurut saya tidak akan kembali seperti Januari.
Akan tetapi, kalau untuk jangka pendek, apalagi melihat hari ini ada perpanjangan PPKM menjadi enam minggu, saya rasa masih ada ruang untuk mengambil meskipun sekarang ARB. Kembali lagi, makin sulit time frame, maka makin sulit prediksi.
Kalau mahal atau murahnya biasanya dilihat dari PBV-nya. Ada saham yang saya lihat mencapai 1000-an. Namun, jika sektor kesehatan itu masih laku hingga sekarang, itu benar. Untuk short term yang spekulasinya relatif lebih kecil dibandingkan yang lainnya itu mungkin PRDA karena kenaikannya diiringi dengan kenaikan EPS-nya. Jika pandemi Covid-19 mulai mereda, harganya akan mulai terkoreksi karena cuannya berkurang.
Dari analisis Anda, saham mana yang masih memiliki potensi untuk tumbuh dan mana yang sudah mencapai titik tertinggi?
Menurut saya, sektor teknologi bisa kita pegang untuk jangka waktu yang lama. Ini karena teknologi 5G akan menjadi penting di masa depan sehingga saham Telkom beserta turunannya bisa kita pertimbangkan untuk dibeli.
Dengan 5G mungkin Fren bisa turn around. Selain itu, saham consumer juga kita bisa cari yang harganya belum naik, tetapi perusahaannya bagus. Jadi untuk long-term bisa mencari di sektor teknologi, sedangkan saham yang murah berada di sektor consumer dan properti.
Baca Juga: KOL Stories x Frisca DC: Waktu yang Tepat Investasi Saham Adalah Sekarang! Mulai Dari Mana?
Sebenarnya, apa yang harus dilakukan seorang investor sebelum memutuskan untuk berinvestasi di suatu saham?
Ini penting untuk semua investor, jangan segera invest karena ikut-ikutan. Kita harus mengenali apa yang akan kita beli. Minimal kita harus punya insight di kepala kita kira-kira kapan naik atau turunnya, penyebabnya apa, dan lainnya. Jadi kita harus pahami juga bisnisnya.
Sama seperti beli atau invest properti. Misalnya kita ingin membeli properti di daerah antah berantah. Kenapa bisa gambling di daerah tersebut? Karena kita punya insight jika beberapa tahun ke depan daerah tersebut akan dibangun jalan tol sehingga daerahnya akan maju, jadi harga tanahnya akan naik, membuat rumah yang saya beli ini tergolong murah. Pola pikir seperti itu yang harusnya dipikirkan juga oleh seorang investor.
Jika memang sudah terjebak di suatu saham yang sudah masuk fase downtrend, apakah yang harus dilakukan?
Kalau kita sudah beli saham dan alurnya sudah benar dengan melihat kinerja perusahaannya, jika turun, itu adalah kesempatan untuk membeli lagi. Jika sudah dihitung dengan sangat matang, seharusnya bisa berani menunggu untuk menambah lagi.
Namun kembali lagi, menambah ini tergantung dengan kondisi keuangan masing-masing. Kalau saya sendiri, diusahakan agar bisa membelinya. Jadi kita harus sabar dan bisa menambah saja. Money management adalah yang terpenting.
Adakah pesan yang ingin disampaikan kepada teman-teman?
Pesan saya untuk teman-teman itu tetap jaga kesehatan selalu. Jangan lupa, do the homework. Jika ingin investasi long-term, minimal harus cari tahu perusahaan atau bisnisnya apa, uangnya dari mana. Jangan ikut-ikutan saja, kita juga harus lakukan pekerjaan rumahnya juga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum