PPKM Darurat dan Sense of Crisis
Oleh: Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan
Kredit Foto: Antara
Kenapa Sense of Crisis itu menjadi penting bagi negara? Karena negara dipimpin oleh para pejabat pemerintahan dan pejabat terkait lainnya, mulai dari Presiden hingga unsur pemerintahan terbawah sesuai dengan hierarki kepemerintahannya. Presiden sebagai kepala negara dituntut memiliki Sense of Crisis yang kuat, memiliki sikap yang tegas dalam mengambil keputusan saat negara menghadapi situasi krisis.
Seorang pemimpin harus memiliki kompetensi kemampuan membaca masa depan, baik yang bersifat prediktif atas analisa situasi terkait tantangan dan ancaman. Kemampuan ini penting untuk memastikan bahwa negara tetap terjaga dengan baik dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman baik dari internal maupun eksternal.
Baca Juga: Ada PPKM Darurat, LPS Pede Ekonomi Masih Bisa Tumbuh 3,8%
Dalam pengelolaan krisis, bukan hanya kesadaran dan gawe dari otoritas eksekutif saja, tapi juga segenap unsur lainnya termasuk masyarakat. Hanya saja sayangnya, keseriusan yang mulai muncul di permukaan terkait dengan situasi dan potensi ancaman krisis yang akan dihadapi, lebih sering dipatahkan oleh sebagian pihak tertentu dengan tanggapan yang meremehkan dan abai seperti hoax, candaan, kelakar, gelak tawa dan senyuman, serta beragam sikap santai lainnya yang seakan menganggap tidak terjadi apa-apa atas pandemi Covid-19 tersebut.
Para eksekutif pemerintahan haruslah menunjukkan dan memberikan teladan jika memiliki Sense of Crisis yang kuat. Jika mereka lemah dalam Sense of Crisis, tidak hanya akan melahirkan kebingungan dalam bertindak, tapi juga melahirkan kebimbangan bersikap secara hierarkis.
Lemahnya Sense of Crisis akan berakibat pada hilangnya kewibawaan pemerintah dan menimbulkan stigma bagi masyarakat seolah para pemimpinnya ini sudah tidak lagi peduli atas nasib bangsanya. Jadi, inilah mengapa Sense of Crisis itu sangat penting bagi Negara sehingga diharapkan pemerintah maupun masyarakat perlu meningkatkan rasa kewaspadaan dan keprihatinan yang tinggi terkait sikap Sense of Crisis ini.
Krisis tidak selamanya harus dipahami sebagai sebuah hambatan, tapi jadi pembelajaran untuk menjadi peluang melakukan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Sense of Crisis merupakan pengingat bahwa kita, bangsa Indonesia ini tidak selamanya selalu berada di wilayah nyaman atau comfort zone. Karena selalu merasa di wilayah nyaman itulah yang justru menjadi jebakan yang membuat manusia itu menjadi enggan antisipatif, enggan adaptif, enggan berinovasi untuk melakukan hal baru yang visioner dan intuitif.
Dalam kaitan dengan Sense of Crisis ini dapat dicermati beberapa hal: (1) Krisis merupakan fenomena yang rumit dan sulit untuk dipahami. Krisis sering kali hanya dipandang dari sisi ancaman, ketidakpastian, dan urgensi. Krisis harus dipahami secara holistik, termasuk yang harus dipikirkan dan dilakukan secara cepat dan efektif, baik sebelum maupun pada saat terjadi krisis; (2) Dalam hal krisis, kita harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat terjadi. Kita terkadang merasa optimis jika skenario yang terbaiklah yang terpikirkan akan terjadi sehingga mengesampingkan skenario lainnya yang muncul di luar ekspektasi.
(3) Krisis adalah sebuah keniscayaan yang harus diakui keberadaannya, kemungkinan kemunculannya sehingga kita dapat bersiap menghadapinya. Kita juga harus memahami kapan suatu kondisi telah memasuki fase krisis atau belum; (4) Cara terbaik untuk mengelola krisis dilakukan dengan mencegahnya terjadi. Jika krisis dapat dihindari, tidak akan terjadi kerugian yang banyak dan tidak perlu.
(5) Respons atas krisis harus dilakukan secara cepat dan efektif. Hal ini untuk menghadapi perubahan kondisi yang cepat terjadi dan memahami apa yang harus dilakukan selanjutnya sehingga akan terbangun sense yang baik tentang krisis, atau sense of crisis; (6) Dengan memahami makna krisis secara utuh, kita diharapkan mampu mengidentifikasi bagaimana kemampuan sense of crisis kita, apakah sudah sesuai dengan kondisi yang ada. Atau, perlu ditingkatkan hingga sampai pada titik yang seharusnya sehingga kita tahu kapan harus bertindak dengan cara biasa, atau harus segera melangkah dengan cara yang berbeda, dengan pendekatan yang di luar kebiasaan kita.
Akhir kata, Sense of Crisis dengan Covid-19 adalah setiap langkah kita, setiap kegiatan kita yang harus selalu berpatokan pada protocol Covid dengan rujukan PMK no.01.07/382-2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan Covid-19. Kemudian, kita harus mampu mengubah situasi krisis menjadi titik balik ke kehidupan yang memberikan dampak positif lebih peka, antisipatif, dan adaptif.
Selanjutnya, mengenai perlu tidaknya penambahan PPKM Darurat, ada baiknya kita menyimak Stephen R. Covey dalam buku 7 HABITS yang mengemukakan pentingnya membedakan hal yang "penting dan mendesak (urgen)" dan hal yang "penting, tapi tidak mendesak". Dari sini kita dapat menyimpulkannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: