Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Itu Behavioral Economics?

Apa Itu Behavioral Economics? Kredit Foto: Twitter/DrDrPeter
Warta Ekonomi, Jakarta -

Behavioral economics menggabungkan studi psikologi ke dalam analisis pengambilan keputusan di balik ekonomi, seperti faktor-faktor yang menyebabkan konsumen membeli sebuah produk daripada yang lain dalam segmen pasar yang sama.

Akademisi AS, Richard Thaler memenangkan hadiah Nobel di bidang ekonomi berkat karyanya di bidang ini. Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia memuji Thaler karena memasukkan asumsi psikologis ke dalam analisis pengambilan keputusan ekonomi.

Baca Juga: Apa Itu Market Sentiment?

Berbeda dengan bidang ekonomi klasik, di mana pengambilan keputusan sepenuhnya didasari pada logika berkepala dingin, behavioral economics memungkinkan perilaku yang irasional dan upaya untuk memahami mengapa hal ini dapat terjadi. Konsep tersebut dapat diterapkan dalam skup kecil pada kondisi individu, atau lebih luas untuk mencakup tindakan yang lebih luas dari suatu kelompok masyarakat atau tren yang terjadi di pasar keuangan.

Mengenal Lebih Dalam Tentang Behavioral Economics

Behavioral economics atau perilaku ekonomi adalah studi psikologi yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan ekonomi suatu individu atau institusi. Ada dua pertanyaan terpenting dalam bidang ini, yaitu:

1. Apakah asumsi para ekonom tentang utilitas atau peningkatan keuntungan merupakan perkiraan yang baik untuk meninjau perilaku orang yang sebenarnya?

2. Apakah individu sudah memaksimalkan utilitas yang diharapkan secara subjektif?

behavioral economics sering dikaitkan dengan ekonomi normatif.

Di dunia yang ideal, orang akan selalu membuat keputusan optimal yang memberi mereka manfaat dan kepuasan terbesar. Dalam ilmu ekonomi, teori pilihan rasional menyatakan bahwa ketika manusia dihadapkan pada berbagai pilihan dalam kondisi tertentu, mereka akan memilih pilihan yang memaksimalkan kepuasan individu mereka.

Teori ini mengasumsikan bahwa seseorang, dengan preferensi dan kendala mereka, mampu membuat keputusan rasional dengan secara efektif menimbang biaya dan manfaat dari setiap pilihan yang tersedia bagi mereka.

Keputusan akhir yang dibuat akan menjadi pilihan terbaik bagi individu tersebut. Orang yang rasional memiliki pengendalian diri dan tidak tergerak oleh emosi dan faktor eksternal lainnya, dan karenanya, bisa mengetahui apa yang terbaik bagi dirinya sendiri. Sayangnya, behavioral economics menjelaskan bahwa sebenarnya manusia tidak rasional dan tidak mampu membuat keputusan yang baik.

Behavioral Economics Dipengaruhi Faktor Psikologis Seseorang

Behavioral economics mengacu pada kondisi psikologi dan ekonomi untuk mengeksplorasi mengapa orang terkadang membuat keputusan yang tidak rasional, dan mengapa atau bagaimana perilaku mereka tidak mengikuti prediksi model ekonomi yang ada. Keputusan seperti berapa banyak uang yang harus dibayar untuk secangkir kopi, apakah akan melanjutkan ke sekolah pascasarjana, apakah akan menjalani gaya hidup sehat, berapa banyak yang harus disumbangkan untuk masa pensiun, dan lainnya merupakan jenis keputusan yang dibuat oleh kebanyakan orang di beberapa titik dalam hidup mereka. Behavioral economics berusaha menjelaskan mengapa seorang individu memutuskan untuk memilih pilihan A, bukan pilihan B.

Karena manusia adalah makhluk yang emosional dan mudah terganggu, mereka bisa membuat keputusan yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Misalnya, menurut teori pilihan rasional, jika Si A ingin menurunkan berat badan dan sudah mempelajari informasi tentang jumlah kalori yang tersedia pada setiap produk yang dapat dimakan, maka ia hanya akan memilih produk makanan dengan sedikit jumlah kalori.

Behavioral economics menyatakan bahwa jika Si A ingin menurunkan berat badan dan menetapkan pikirannya untuk makan makanan sehat ke depannya, perilaku ini akhirnya akan tunduk pada bias kognitif, emosi, dan berpengaruh ke dalam kehidupan sosial. Jika iklan di TV mengiklankan merek es krim dengan harga yang menarik dan mengutip bahwa semua manusia membutuhkan 2.000 kalori sehari untuk berfungsi secara efektif, citra es krim yang menggiurkan, harga yang murah, dan statistik yang tampaknya valid dapat mengarahkan Si A untuk jatuh ke dalam godaan ini dan pada akhirnya gagal dalam misinya untuk mengurangi berat badan, sehingga ini menunjukkan kurangnya kontrol atas diri sendiri.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: