Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berpotensi Melanggar UU, Kaji Ulang IPO Anak Usaha Pertamina

Berpotensi Melanggar UU, Kaji Ulang IPO Anak Usaha Pertamina Kredit Foto: FSPPB

Sementara itu, Praktisi Migas, Kurtubi mengatakan, sumber dari permasalahan migas di Indonesia saat ini adalah UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, dimana didalam UU tersebut memberikan kuasa pertambangan kepada negara. UU tersebut, kata dia, membuat pengelolaan migas dilakukan secara B to G (Business to Government). 

"Gak boleh pemerintah ikut campur dalam berkontrak bisnis migas, maka ini kedaulatan negara jadi tergadiakan (lewat BP Migas), sistem yang jelek ini dipakai dipertambangan. B to G ga harus dipake lagi," ujarnya.

"Pemerintah di dunia itu gak ada yang berbisis, gak boleh, gak eligibel, gak memenuhi syarat," sebutnya. 

Padahal, kata dia, dengan UU Nomor 8 Tahun 1971, dimana kuasa pertambangan ada di tangan Pertamina, skema bisnis dilakukan secara B to B (Business to Business). 

"Dengan kuasa pertambangan, Pertamina bisa kuasa mengundang investor dari manapun, investor dipermudah karena negara tidak mau keluarkan uang untuk investasi yang penuh risiko.  Maka UU itu dipermudah izinnya. Ini menjadi kan pengelolaan jadi simpel terkenal di dunia," kata Kurtubi. 

Menurut Kurtubi, pemerintah seharusnya kembali ke UU tahun 1971 agar kedaulatan energi bisa tercapai. Sebab, ketika kuasa pertambangan di tangan negara, padahal negara tidak menambang sendiri, tidak menjual sendiri, maka hal itulah yang membuat kinerja migas menurun. 

"Ini penyebab utama industri migas di tanah air jadi hancur, produksi minyak anjlok dari 1,5 juta barel sekarang di bawah 700 barel per hari, dulu terkenal eksportir di asia timur," ungkapnya. 

"UU BUMN melarang privatisasi BUMN  Persero tapi boleh anak-anak usahanya, ini diakali terus rakyat indonesia. Gak boleh itu, malu saya sebagai bangsa menipu diri sendiri, Saya sarankan pada menteri tokoh bangsa yang berniat menjual aset negara dengan memecah belah perishaaan kinyak dari hulu hilir terintegrasi," sambungnya. 

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron dalam kesempatan yang sama menjelaskan, terkait restrukturisasi Pertamina sudah dibahas di DPR. Dia mengakui, yang menjadi permasalahan besar adalah ketika ada rencana untuk melakukan IPO. 

"Saya termasuk yang mengkritisi rencana itu," tuturnya. 

Herman juga mengakui terkait IPO pernah dibahas dalam rapat DPR. Menurutnya hal itu adalah dilema besar bagi direksi untuk tidak menjalankan kebijakan pemerintah. 

"Dalam beberapa hal yang pernah disampaikan kepada kami, ini memberikan keyakinan, yaitu pembentukan sub holding ini lebih memberikan prospektif bagi korporasi maupun bagi masyarakat, baik melalui dividen, pajak, revenue maupun melalui retribusi lainnya," 

"Kedua adalah ingin memperkuat daya saing dan ketiga adalah percepatan untuk melakukan akselerasi," 

Menurutnya, Pertamina ditugaskan Pemerintah untuk menggenjot di hulu, harus membangun kilang, termasuk juga bagaimana biodiesel bisa dibuat seutuhnya di Pertamina, serta mengacu pada bauran energi yang utamanya di Geothermal dan membangun EV bateray yang merupakan energi masa depan, termasuk juga BUMN satu harga dan lain-lain. 

Herman mengungkap, hingga saat ini yang disampaikan oleh Pertamina bahwa IPO hanya akan dilaksanakan untuk Geothermal. 

"Karena memang Geothermal butuh kapital yang lebih besar. Karena dengan banyak penugasan, termasuk BBM satu harga dan lainnya, ini berat. Kecuali ada dukungan lainnya. Ini yang secara rasional bisa menangkap bahwa ada keinginan Pertamina untuk mengakselerasi," ungkapnya. 

"Pertamina masih tetap BUMN murni, masih 100 persen milik merah putih. IPO akan dilakukan terhadap geothermal ksrena resiko di geothermal ini sangat besar, jadi resikonya perlu ditanggung renteng secara bersama," tegasnya. 

"Tidak ada aset yang nantinya jadi milik asing. Kami akan mendalami. Ini sebuah pilihan," pungkasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: