Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gak Masuk Akal, Hakim Zionis Minta Rakyat Sheikh Jarrah Akui Tanah Milik Israel

Gak Masuk Akal, Hakim Zionis Minta Rakyat Sheikh Jarrah Akui Tanah Milik Israel Kredit Foto: AP Photo/Maya Alleruzzo
Warta Ekonomi, Tel Aviv -

Mahkamah Agung Israel menunda banding dari empat keluarga Palestina yang mengalami pengusiran paksa dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur. Keluarga itu menyatakan telah menolak proposal pengadilan yang mengizinkan keluarga tersebut tinggal berstatus sebagai penyewa dilindungi dan mengakui kepemilikan Israel.

Kasus-kasus yang diperiksa pada Senin (2/8/2021) melibatkan empat keluarga Palestina, dengan jumlah total sekitar 70 orang.

Baca Juga: Nasib Rakyat Palestina di Sheikh Jarrah Bakal Segera Ditentukan Israel

Pengadilan Israel yang lebih rendah telah menyetujui pengusiran empat keluarga untuk memberi jalan bagi pemukim Yahudi. Pengadilan memutuskan, rumah mereka dibangun di atas tanah milik orang Yahudi sebelum Israel didirikan pada 1948.

Namun menimbang banding terakhir, pengadilan menyarankan kesepakatan yang akan memberi mereka status sebagai penyewa dilindungi. Mereka diminta membayar sewa tahunan. Namun keluarga Palestina itu menolak proposal tersebut.

Hakim Isaac Amit meminta dokumentasi lebih lanjut dan berkata, "Kami akan menerbitkan keputusan nanti," tanpa menetapkan tanggal sidang berikutnya.

Aljazirah yang melaporkan dari pengadilan di Yerusalem Barat, mengatakan, hakim menawari keluarga Palestina opsi untuk menandatangani dokumen yang menyatakan bahwa tanah itu milik pemukim Yahudi. Sebagai imbalannya, mereka menjamin sewa rumah itu untuk tiga generasi berikutnya.

"Mereka memberi banyak tekanan pada kami untuk mencapai kesepakatan dengan pemukim Israel di mana kami akan menyewa dari organisasi pemukim. Tentu saja kami menolak,” kata Muhammad al-Kurd, salah satu dari empat keluarga Palestina yang mengajukan kasus pengusiran tersebut.

Seorang pengacara yang mewakili keluarga Palestina, Sami Ershied, mengatakan, proposal itu tidak dapat diterima. Dia mengatakan, selama ini tidak ada tawaran yang adil dan melindungi hak-hak warga. Oleh karena itu, tidak ada mencapai kompromi yang berhasil dicapai. Namun, Ershied mengatakan, sidang itu adalah sebuah kemajuan yang baik.

“Hakim mengindikasikan mereka akan mengundang kami untuk sidang kedua. Mereka belum menolak banding kami. Ini indikasi yang bagus. Kami berharap para hakim akan terus mendengarkan argumen kami," kata Ershied.

Ershied menambahkan, pengadilan akan memutuskan menjadwal sidang berikutnya. Menurutnya, sidang tersebut bisa diadakan dalam hitungan pekan atau bulan.

Sebelumnya, Mahkamah Agung telah dijadwalkan untuk mengeluarkan putusan pada Mei. Namun mereka menunda keputusan setelah jaksa agung meminta lebih banyak waktu mempertimbangkan kasus-kasus tersebut.

Pengusiran itu memicu protes yang meluas oleh warga Palestina. Aksi ini kemudian ditanggapi dengan tindakan keras oleh pasukan keamanan Israel. Eskalasi antara pasukan Israel dan Hamas meningkat sehingga terjadi pertempuran selama 11 hari pada Mei lalu di Gaza. Hal ini menjadi ujian bagi koalisi pemerintahan baru Israel, yang mencakup tiga partai pro-pemukiman dan sebuah partai kecil yang mewakili warga Palestina di Israel.  

Para pemukim Yahudi telah melakukan kampanye selama puluhan tahun untuk mengusir keluarga-keluarga Palestina ke luar tembok Kota Tua. Wilayah ini merupakan salah satu bagian paling sensitif dari Yerusalem Timur yang diduduki.

Para pemukim mengklaim bahwa rumah-rumah warga Palestina dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh orang Yahudi sebelum perang 1948. Hukum Israel mengizinkan orang Yahudi untuk merebut kembali properti tersebut. Namun warga Palestina menolak untuk memberikan rumah yang telah mereka tempati selama turun temurun.

Yordania menguasai Yerusalem Timur dari 1948 hingga 1967. Keluarga-keluarga Palestina menjadi pengungsi selama perang tahun 1948. Pihak berwenang Yordania menawarkan rumah kepada warga Palestina, sebagai imbalan untuk melepaskan status pengungsi mereka.

Israel menduduki Yerusalem Timur, bersama dengan Tepi Barat dan Gaza, pada 1967 dan mencaploknya. Namun langkah Israel ini tidak diakui secara internasional.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: