Mengapa party ID dalam kehidupan sistem kepartaian masih kecil? Dijelaskan Viva, kebanyakan masyarakat belum mempersepsikan partai politik sebagai pilar demokrasi. Demokrasi ada karena adanya partai politik, yang secara sosiologis sebagai pengejahwantahan dari representasi masyarakat yang memiliki kesamaan ideologi, pandangan, kepentingan, dan cita-cita, lalu bergabung mendirikan partai politik.
Dikatakan, bila partai politik saling silang ide dan kepentingan, hal itu sudah menjadi taken for granted, keniscayaan berdemokrasi. Tetapi secara fungsional, konflik parpol itu sejatinya cerminan dari konflik yang terjadi di masyarakat. Di sistem demokrasi, itu memindahkan konflik horizontal ke arena konflik parlementarian.
“Parpol identik dengan konflik kepentingan itu harus diarahkan ke hal yang kualitatif. Bukan soal recehan, misal uang perjalanan dinas, konflik internal berebut jabatan, dan lainnya. Partai politik juga harus menjaga marwahnya dari noda dan virus destruktif,” papar Viva.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini mengatakan, pemilihan langsung belum berdampak berarti terhadap kedekatan wakil rakyat atau anggota legislatif dengan masyarakat yang diwakili dari daerah pemilihannya (dapil).
“Kondisi ekonomi rakyat yang serba sulit, sehingga bersikap skeptis dan membuka celah jual-beli suara. Praktik ini akan mendegradasi kualitas demokrasi. Karena hasil elektoral di pemilu tidak sesuai kenyataan,” jelasnya.
Menurut Viva, perlu kerjasama kolektif seluruh partai politik untuk membangun kualitas demokrasi, berkomitmen untuk memberikan pendidikan politik, agar rakyat semakin cerdas, sadar, dan partisipatif. Menyuarakan kebenaran dan kenyataan yang terjadi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami