Belakangan ini, ramai pembahasan mengenai kekhawatiran apabila tapering off The Fed terjadi lebih awal akibat inflasi yang tinggi dan pemulihan ekonomi yang terjadi lebih kuat. Menurut Direktur Center of Information and Development Studies (CIDES) Umar Juoro, kekhawatiran itu datang karena ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) menaikkan pembeliannya.
"Pelaku ekonomi, investor, dan analis itu memperkirakan tapering bisa lebih awal, bisa tahun ini. Kalau itu terjadi, sementara The Fed melakukan tapering, BI menaikan pembeliannya. Walaupun kalau mau dilihat dari absolutnya tahun 2021 lebih rendah dari 2020, tapi kan apakah itu kemudian berbeda-beda, mereka khawatir dengan itu," kata Umar dalam diskusi daring Narasi Institute, Jumat (27/8/2021).
Baca Juga: Pengamat Nilai Dampak Burden Sharing Tak Seburuk yang Dikhawatirkan
Akan tetapi, Umar mengingatkan sektor keuangan berbeda dengan sektor riil. Ia menyampaikan pergerakan nilai mata uang, harga saham, dan harga bond dapat mengalami perubahan yang cepat.
"Kalau di Indonesia itu sangat ditentukan oleh capital outlook. Kalau kita lihat sekarang bukan saja pangsa dari investor asing relatif mengalami penurunan di bawah 30% untuk surat utang negara (SUN), di pasar modal juga relatif turun," jelasnya.
Selain itu, investor asing juga tak begitu aktif dalam menggerakan pasar modal Indonesia. "Kalau itu memperlihatkan tidak terlalu akan mengakibatkan capital outflow yang terlalu besar dan kemungkinan besar tidak seperti tahun 2013," imbuh Umar.
Meskipun begitu, Umar mengakui tetap ada kemungkinan faktor tersebut teramplifikasi. Pasalnya, faktor utama ketidakpastian bergantung pada Amerika. Terlebih, ia menilai faktor yang paling memengaruhi intervensi kebijakan moneter BI, khususnya kebijakan suku bunga adalah faktor eksternal. Dalam hal ini adalah The Fed.
"Itu yang korelasinya paling besar. Bukan terhadap ekonomi domestik," ujarnya.
Lebih lanjut, Umar mengatakan tantangan dalam tapering lebih ditentukan oleh kebijakan moneter dan fiskal. Oleh karena itu, ia menilai perlu adanya manajemen risiko dalam kebijakan moneter dan fiskal, terutama untuk menghadapi kemungkinan tapering terjadi lebih awal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: