Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Keluarga Korban 9/11 Kini Curiga bahwa FBI Berbohong atas Serangan WTC

Keluarga Korban 9/11 Kini Curiga bahwa FBI Berbohong atas Serangan WTC Kredit Foto: Reuters/Sara K. Schwittek
Warta Ekonomi, Washington -

Keluarga korban serangan teroris 11 September 2001 meminta badan pengawas pemerintah AS pada Kamis untuk menyelidiki kecurigaan mereka bahwa FBI berbohong atau menghancurkan bukti yang mengaitkan Arab Saudi dengan para pembajak pesawat.

Permintaan yang ditulis lewat surat ke Inspektur Jenderal Departemen Kehakiman Michael Horowitz itu mengatakan, "keadaan memungkinkan bahwa satu atau lebih pejabat FBI melakukan pelanggaran secara sengaja dengan maksud untuk menghancurkan atau mengeluarkan bukti demi menghindari pengungkapan."

Baca Juga: Nama Osama Bin Laden Keluar Lagi dari Mulut Taliban untuk Korek Luka Lama Amerika di 9/11

FBI (Biro Penyelidikan Federal) menolak mengomentari surat itu. Permintaan tersebut menjadi yang terbaru dalam 20 tahun --sejak sekelompok teroris menabrakkan pesawat sipil di New York, Washington dan Pennsylvania-- untuk mencari bukti, termasuk rekaman telepon dan video sebuah pesta di California yang dihadiri dua pembajak pesawat lebih dari setahun sebelum serangan dilakukan.

"Mengingat pentingnya bukti yang hilang dalam penyelidikan 9/11, juga kesalahan penanganan berulang oleh FBI terhadap bukti tersebut, penjelasan yang apa adanya tidak dapat dipercaya," kata surat tersebut, yang ditandatangani oleh 3.500 orang keluarga korban, tim penyelamat yang datang pertama di lokasi kejadian, dan para penyintas.

Surat itu meminta Horowitz untuk menyelidiki pernyataan FBI yang menanggapi panggilan pengadilan dari keluarga korban bahwa badan tersebut kehilangan atau tak lagi dapat menemukan bukti kunci tentang individu-individu yang memberikan bantuan substansial di AS kepada para pembajak 9/11.

Arab Saudi telah mengatakan mereka tidak terlibat dalam serangan yang menggunakan pesawat yang dibajak tersebut.Kedutaan besar Saudi di Washington belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.

"Pemerintah kita berbohong tentang bukti yang mereka miliki atau sengaja menghancurkannya, dan saya tidak tahu mana yang lebih buruk," kata Brett Eagleson, putra korban 11 September Bruce Eagleson, dalam sebuah wawancara.

Para keluarga korban telah lama mencari dokumen pemerintah AS, termasuk laporan agen rahasia dan badan intelijen, tentang apakah Arab Saudi membantu atau membiayai siapa pun dari 19 orang yang terkait dengan Alqaidah.Kelompok teroris tersebut diberi perlindungan di Afghanistan oleh Taliban pada saat itu.

Lima belas dari 19 pembajak berasal dari Arab Saudi. Sebuah komisi pemerintah AS tidak menemukan bukti bahwa pemerintah Saudi secara langsung membiayai Alqaidah. Tidak jelas apakah ada pejabat Saudi yang terlibat secara pribadi.

Hampir 3.000 orang tewas, lebih dari 2.600 di antaranya di gedung World Trade Center (WTC), 125 orang di Pentagon, dan 265 orang di empat pesawat yang ditabrakkan.

Transparan

Keluarga dari sekitar 2.500 korban tewas dan lebih dari 20.000 orang yang terluka, pemilik bisnis dan perusahaan asuransi, telah menggugat miliaran dolar kepada Arab Saudi.

Bulan lalu, banyak keluarga meminta Presiden Joe Biden untuk tidak menggelar acara peringatan 20 tahun peristiwa itu kecuali dia mengungkap dokumen yang mereka nilai akan menunjukkan bahwa para pemimpin Arab Saudi mendukung serangan itu.

Tiga hari kemudian, Departemen Kehakiman mengatakan dalam dokumen sidang bahwa mereka telah memutuskan untuk meninjau ulang klaim yang dibuat sebelumnya. Hal itu tentang kenapa mereka tidak bisa merilis beberapa informasi yang diminta pihak keluarga.

"Pemerintahan saya berkomitmen untuk memastikan transparansi maksimal berdasarkan undang-undang," kata Biden pada 9 Agustus dalam sebuah pernyataan.Dia menyambut baik komitmen Departemen Kehakiman untuk melakukan peninjauan ulang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: