Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berakhir Ricuh, Pakar: Sidang Perkara Asabri Harus Terpisah, Jangan Disatukan!

Berakhir Ricuh, Pakar: Sidang Perkara Asabri Harus Terpisah, Jangan Disatukan! Kredit Foto: Rawpixel/Ake
Warta Ekonomi, Jakarta -

Persidangan kasus dugaan korupsi PT Asabri diwarnai kericuhan dan memicu kemarahan majelis hakim. Pasalnya, para terdakwa menolak disidangkan secara bersamaan.

Mereka beralasan karena tempus perkara dan peran para terdakwa yang berbeda-beda sehingga dianggap tidak efektif dan akan mengaburkan peran masing-masing. Seperti yang disampaikan Kuasa Hukum Benny Tjokrosaputro yaitu Fajar Gora pada kepada wartawan Kamis, 16 September 2021 bahwa hak para terdakwa jika tidak ingin disidangkan secara bersamaan. 

Ia pun mengungkap alasan-alasan keberatan kliennya jika disidangkan bersama-sama. "Nomor perkara dari 8 terdakwa tersebut kan berbeda. Artinya perbuatan yang didakwakan kepada masing-masing terdakwa juga berbeda," kata Fajar. 

Menurutnya aneh, jika perkara tersebut diperiksa secara bersamaan. "Bahkan, majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini juga cuma satu," ujarnya.

Baca Juga: DPR Minta Kejagung Seret Semua Pihak Terlibat Kasus Asabri

Selain itu, jika perkara tersebut digabungkan maka akan memakan waktu sangat lama dan bisa berpengaruh terhadap putusan hakim. "Mungkin saja, karena terlalu lelah maka bisa saja berpengaruh tidak saja pada majelis hakim, tapi juga saksi, dan penasehat hukum para terdakwa," katanya. 

Ia pun membandingkan dengan kasus manajer investasi Jiwasraya yang disidangkan secara terpisah. "Di mana ada 13 terdakwa, namun banyak majelis hakim yang menyidangkan, sehingga sidang dapat dilakukan secara terpisah dan efektif," katanya. 

Senada kuasa hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk juga menyebutkan bahwa keberatan yang disampaikan oleh para kuasa hukum bukanlah untuk membuat kericuhan namun bagian dari usaha membela hak-hak para terdakwa.

"Alasan kami untuk menolak sidang bersamaan sangat jelas, yang pertama sebagaimana diketahui berkas perkara 8 terdakwa dilimpahkan ke pengadilan secara terpisah sehingga ada 8 nomor perkara," ujar Kresna.

Baca Juga: Penegakan Hukum Kasus Jiwasraya-Asabri oleh Kejaksaan Agung Pulihkan Kepercayaan Investor

Menurutnya, dengan adanya perbedaan nomor perkara tentunya sidang harus dilakukan secara terpisah sebagaimana nomor perkara masing-masing terdakwa. "Kalau dari materi, tentunya jelas bahwa uraian kepada setiap terdakwa baik tempus ataupun perbuatannya berbeda-beda dan tidak saling berkaitan, sehingga tidak mungkin disidangkan bersamaan," kata dia. 

Terkait dengan alasan teknis, menurutnya juga sangat menyulitkan para penasehat hukum dalam melakukan pembelaan. Karena apabila digabung, jumlah penasehat hukum yang dibolehkan bersidang hanya dua orang. "Sehingga kami tidak mungkin melakukan pembelaan secara maksimal, mengingat berkas perkara ini sangat banyak," ujarnya.

Kresna menyebut bahwa kondisi tersebut pun sangat menyulitkan apabila 8 terdakwa disidangkan oleh majelis hakim yang sama. Menurutnya, ada baiknya majelis hakim ditambah dan dipecah setiap perkaranya, sehingga akan memudahkan persidangan.

"Selain itu juga, demi para saksi juga yang apabila majelisnya tetap sama, mereka harus hadir 3 hari berturut-turut, apabila majelis dipecah dan ditambah, tentunya pemanggilan para saksi dapat diatur secara silih berganti dan sidang lebih efektif," lanjutnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: