Pendiri Evergrande, Hui Ka Yan Bakal Tetap Jadi Miliuner Meski Perusahaannya Bangkrut karena Utang
Saham Evergrande Group telah turun 80 persen sepanjang tahun hingga membuat kekayaan pendiri dan ketua miliardernya, Hui Ka Yan berkurang. Namun, Hui tetap sangat kaya bahkan jika perusahaan itu ambruk di bawah beban utang lebih dari USD300 miliar (Rp4.275 triliun) dan serangkaian utang yang menjulang, pembayaran obligasi yang telah mengguncang ekonomi global minggu ini.
Dilansir dari Forbes di Jakarta, Jumat (24/9/21) hari ini, Forbes mencatat perkiraan kekayaan Hui sebesar USD11,5 miliar (Rp163 triliun).
Baca Juga: Mengenal Hui Ka Yan, Miliarder di Balik China Evergrande, Real Estate dengan Utang Ribuan Triliun
Forbes menghitung sebanyak USD8 miliar (Rp114 triliun) berasal dari dividen tunai yang dibayarkan kepada Hui sejak IPO Evergrande 2009 di Bursa Efek Hong Kong. Total kewajiban pengembang real estat ini telah meningkat setiap tahun sejak go public, tetapi mereka tetap membayar dividen setiap tahun kecuali tahun 2016.
Terutama, dividen itu masuk ke kantong Hui yang memiliki 10,2 miliar saham Evergrande atau 77% saham di perusahaan itu. Evergrande membayar dividen sebesar 1,13 yuan per saham (USD0,17) untuk tahun 2017 dan 1,419 yuan per saham (USD0,22) untuk tahun 2018 sehingga menghasilkan lebih dari USD4 miliar (Rp57 triliun) pendapatan untuk Hui selama dua tahun saja.
Selama rentang waktu itu, utang Evergrande meningkat dari USD179 miliar (Rp2.551 triliun) menjadi USD243 miliar (Rp3.463 triliun). Pada akhir tahun 2020, Evergrande memiliki kewajiban USD302 miliar, naik dari USD7,7 miliarpada tahun 2009 ketika perusahaan go public.
“Tanggung jawab lebih pada pemberi pinjaman. Jika pemberi pinjaman mengetahui fakta bahwa penggunaan dana adalah untuk mendanai dividen, mereka harus lebih berhati-hati,” ujar konsultan keuangan perusahaan Robert Willens.
“Seringkali dalam kasus seperti ini, pemberi pinjaman akan meminta jaminan dari pemegang saham utama. Itu tidak akan mengejutkan untuk menemukan bahwa ada semacam pengaturan di mana pemegang saham akan berada di ujung tombak.” lanjutnya.
Evergrande didirikan 25 tahun yang lalu di Guangzhou, dan telah menjadi pengembang properti terbesar kedua di China berdasarkan penjualan. Namun, di bawah kepemimpinan Hui, tetap ada kekhawatiran tentang utang yang membengkak dan ketidakmampuan untuk melakukan pembayaran bunga. Hal ini telah menyebabkan sahamnya menurun tajam tahun ini.
Bahkan, Evergrande masih berutang sekitar 1,6 juta apartemen yang belum selesai kepada pembeli yang sudah membayar uang muka.
Hui yang kini berusia 63 tahun tumbuh dari keluarga miskin dan belajar di Universitas Sains dan Teknologi Wuhan. Setelahnya, ia bekerja sebagai teknisi di sebuah pabrik baja selama satu dekade sejak tahun 1982, lalu meluncurkan Evergrande dengan membeli properti dengan harga murah.
Kekayaannya memuncak pada 2019 mencapai USD36,2 miliar (Rp515 triliun). Nilai sahamnya telah jatuh dari lebih dari USD20 miliar menjadi USD3,5 miliar, tetapi meski nilainya nol, dividennya saja masih akan membuatnya menjadi salah satu dari 100 orang terkaya di China.
Lebih parahnya lagi, New York Times melaporkan bahwa Evergrande meminta pinjaman dari puluhan ribu karyawannya untuk mengumpulkan uang awal tahun ini. Mereka menahan bonus karyawan jika karyawan menolak.
Hingga kini, juru bicara Evergrande tidak menjawab permintaan komentar tentang pembayaran dividen kepada Hui.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: