Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Vaksinasi 80 Persen tapi Kasus Meroket, Singapura Kini Tunjukkan pada Dunia Seperti Apa Endemik

Vaksinasi 80 Persen tapi Kasus Meroket, Singapura Kini Tunjukkan pada Dunia Seperti Apa Endemik Anak-anak berjalan pulang dengan wali mereka sepulang sekolah di Singapura pada 17 Mei 2021, saat negara itu bersiap untuk menutup semua sekolah. | Kredit Foto: AFP
Warta Ekonomi, Singapura -

Singapura dengan tingkat vaksinasi tinggi sekitar 80%, sedang berjuang kembali melawan gelombang COVID-19 dan kematian yang parah. Hal ini berpotensi membuktikan bahwa hidup dengan virus, dibandingkan dengan membasminya, adalah jalan paling pasti untuk keluar dari pandemi. 

Pada Senin (27/9/2021), Singapura mencatat 1.647 kasus COVID-19, menjadikan rata-rata harian tujuh hari menjadi 1.545 kasus, lebih tinggi dari gelombang pandemi sebelumnya. Tetapi bahkan ketika kasus melonjak, kematian COVID-19 di Singapura tetap rendah. Negara kota berpenduduk 5,7 juta orang itu rata-rata mengalami tiga kematian per hari dalam seminggu terakhir.

Baca Juga: Hidup dengan Covid-19: Strategi Singapura yang Timbulkan Harapan Juga Kekhawatiran

Singapura kini telah sepenuhnya memvaksinasi lebih dari 80% populasinya, salah satu yang tertinggi di dunia. Sebagai pembanding, tingkat vaksinasi penuh China adalah 73%, sedangkan Uni Eropa dan AS masing-masing telah memvaksinasi penuh 65% dan 55% dari populasi mereka, menurut Bloomberg.

Rencana untuk hidup dengan COVID-19 muncul di saat Singapura terbebani dengan tingginya tingkat infeksi virus. Ditambah rencana awal untuk membuka kembali negara itu pada dunia sejalan dengan penghapusan kebijakan pembatasan masyarakat. Kedua alasan itu menguatkan langkah Singapura dalam mengambil tindakan yang lebih nyata.

Menanggapi hal itu, para ahli mengatakan bahwa melambungnya infeksi COVID-19 Singapura, lebih dari setengahnya terjadi pada individu yang divaksinasi, dapat menandakan bahwa COVID-19 menjadi penyakit endemik di negara kota itu.

Itu artinya, COVID-19 hidup dalam populasi manusia yang telah divaksinasi sehingga tidak lagi membahayakan karena kekebalan kelompok (herd immunity) meluas. Selama kematian tetap rendah, Singapura dapat menjadi contoh bagaimana negara-negara lain, terutama yang tidak menoleransi COVID-19, dapat keluar dari pandemi.

Endemik 

Munculnya varian Delta dan infeksi baru sebagian menjadi penyebab lonjakan infeksi. Data Singapura menunjukkan bahwa 52% infeksi pada bulan lalu telah divaksinasi sementara 48% tidak divaksinasi.

Singapura telah menggunakan vaksin COVID-19 dari produsen AS Pfizer dan Moderna untuk kampanye nasionalnya, sementara beberapa klinik swasta juga telah mendistribusikan dosis dari Sinovac China untuk individu yang lebih menyukai suntikan China.

Tetapi tingkat vaksinasi yang tinggi di kota itu mencegah orang menderita dampak terburuk dari virus tersebut. Pihak berwenang mengatakan pada Minggu (26/9/2021) bahwa 98% orang yang terinfeksi dalam 28 hari terakhir telah mencatat gejala COVID-19 ringan atau tidak sama sekali.

Singapura menemukan kasus tanpa gejala dengan menguji kontak dekat dari individu yang terinfeksi. Kenneth Mak, direktur layanan medis Singapura, mengatakan kepada Straits Times Singapura pekan lalu bahwa yang divaksinasi di Singapura 12 kali lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal atau memerlukan rawat inap daripada yang tidak divaksinasi.

Di Singapura, dan di tempat lain, wabah yang dipicu Delta menyebabkan tingkat infeksi terobosan yang lebih tinggi di antara yang divaksinasi. Tetapi infeksi semacam itu tidak perlu menjadi perhatian karena perlindungan dari penyakit parah dan kematian yang ditawarkan oleh vaksin.

"Seluruh dunia akan bertransisi untuk mempertimbangkan [COVID-19] sebagai endemik," kata Ashley St. John, seorang ahli imunologi di sekolah kedokteran Duke-NUS di Singapura. "Tidak mungkin untuk menghilangkannya dalam waktu dekat, tetapi kami sekarang memiliki alat untuk mengelolanya, termasuk vaksin yang berfungsi."

Ben Cowling, seorang ahli epidemiologi di Universitas Hong Kong, mengatakan bahwa bahkan di tengah wabah baru, Singapura masih memberikan model bagaimana negara-negara nol COVID seperti Selandia Baru, Australia, dan China dapat berhasil keluar dari pandemi.

"Kemungkinan jumlah kasus akan meningkat lebih lanjut dalam beberapa minggu mendatang karena Singapura terus melonggarkan tindakan," katanya. "(Tapi) saya berharap sangat sedikit infeksi parah yang terjadi."

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: