Utang Melonjak saat Pandemi, Lebih Banyak Faedah atau Mudaratnya?
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah strategi pengelolaan utang. Dalam menjalankan kebijakan pembiayaan utang ini, ada beberapa prinsip dasar yang dijalankan oleh pemerintah. Salah satu upaya pengendalian yang dijalankan pemerintah adalah dengan tetap memperhatikan rasio utang agar tetap memenuhi aspek kepatuhan (compliance), yaitu tidak melampaui batas maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen terhadap PDB.
"Dalam masa pandemi seperti saat ini, penerimaaan pajak belum optimal, penerimaan negara belum kuat, maka utang menjadi opsi," jelas Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, dalam webinar "Pemanfaatan Utang bagi Anak Cucu Kita" yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP) di Jakarta, Kamis (7/10/2021). Baca Juga: Krakatau Steel Blak-Blakan Soal Utang Rp31 Triliun: Mulai Tahun 2011 & Gara-Gara Investasi....
Menurut Yustinus, utang hanya alat dan bukan tujuan pemerintah. Dalam masa darurat seperti pandemi Covid-19 seperti saat ini, utang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan atau pemanfaatan yang mendesak. "Sehingga pemerintah bisa menjalankan fungsi dalam waktu cepat atau darurat," kata dia. Baca Juga: Utang Terselubung Indonesia Dibongkar Mantan Orang BUMN, Gak Nyangka Semuanya dari China!
Dosen Ekonomi Institut Pertanian Bogor, Iman Sugema menilai, kondisi ekonomi Indonesia cenderung lebih baik dari negara lain pada masa pandemi. "Saat ini negara-negara di dunia jor-joran menggenjot defisit. Di seluruh dunia penerimaan negara relatif menurun. Tuntutan mendoroang perrkonomian sangat dibutuhkan, defisit melebar sehingga pemerintah mencetak utang," katanya.
Iman menyebut, kinerja fiscal measures dan attack rate Covid-19 di antara negara G-20 lainnya, Indonesia termasuk beruntung. "Kondisi fiscal measures terhadap GDP yang relatif rendah, dan attack rate yang rendah dibandingkan Singapura dan Australia," kata Iman.
Selain itu, Indonesia juga tidak mengalami kontraksi ekonomi yang parah dibandingkan negara lain. "Pertumbuhan ekonomi bersama India, China, Turki, dan Vietnam, kontraksi ekonomi Indonesia relatif lebih kecil dari negara lainnya," ucap Iman.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyampaikan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan utang negara. "Berutang tak ada masalah, asal bisa digunakan dengan baik," katanya.
Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menyoroti total utang pemerintah mencapai Rp6.600 triliun per Agustus 2021. Namun, paling banyak adalah utang dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp4.517 triliun. "Kalau pinjaman luar negerinya Rp820,40 triliun," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih