Produk Tembakau Alternatif Perlu Didukung dengan Regulasi Berbasis Ilmiah
Tingginya prevalensi merokok secara global menjadi topik dalam 4th Scientific Summit on Tobacco Harm Reduction yang diselenggarakan secara daring September lalu. Berdasarkan penelitian dan pengalaman di sejumlah negara, produk tembakau alternatif dapat menurunkan angka perokok global asalkan didukung dengan regulasi yang berlandaskan kajian ilmiah.
Akademisi dari University of West Attica, Konstantinos Kesanopoulos, yang menjadi salah satu pembicara dalam forum tersebut dengan presentasi berjudul “The Global Burden of Smoking: what we have achieved so far?,” menjelaskan, angka perokok di atas usia 15 tahun secara global telah mencapai 1,34 miliar jiwa dengan prevalensi perokok pria mencapai 32,7 persen.
Sementara itu, prevalensi perokok wanita tercatat sebesar 6,62 persen. Tingginya angka dan prevalensi perokok ini berarti risiko kesehatan bagi para perokok juga tinggi.
Dengan masih tingginya angka perokok dunia, Konstantinos menilai rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) kepada negara-negara anggotanya seperti kebijakan kawasan bebas rokok, gambar peringatan kesehatan pada kemasan rokok, larangan iklan rokok, dan promosi tidak cukup efektif untuk mengurangi prevalensi merokok.
Menurut Konstantinos, perlu adanya pendekatan berbeda dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Caranya dengan mengedepankan produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun snus. Penggunaan dari produk-produk alternatif ini harus diperkuat dengan regulasi dengan kajian ilmiah sebagai basis.
“Menutup kesenjangan dalam adopsi, implementasi, dan penegakan kebijakan berbasis riset sangat penting untuk mengakhiri pandemi rokok global. Mendorong tingkat penghentian perokok pada saat ini dapat menghasilkan manfaat yang besar bagi kesehatan,” ujar Konstantinos seperti dikutip, Kamis (21/10/2021).
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Center for Youth and Population Research Dedek Prayudi, menambahkan pembentukan regulasi untuk mengatur produk tembakau alternatif memang harus berlandaskan kajian ilmiah.
“Ketika mau diregulasi, yang pertama harus dilakukan adalah uji profil risiko melalui sebuah penelitian. Baru setelah itu dibuat regulasi yang disesuaikan dengan bagaimana produk tembakau alternatif bisa dikonsumsi, menyesuaikan hak-hak (konsumen) dan agar tidak disalahgunakan,” ucap Dedek yang akrab disapa Uki ini.
Dengan hadirnya regulasi berbasis ilmiah, Dedek berharap prevalensi merokok di Indonesia diharapkan dapat ditekan. Dirinya mengakui bahwa produk tembakau alternatif tidak sepenuhnya bebas risiko, namun produk ini dapat dikedepankan oleh pemerintah untuk mengatasi prevalensi merokok karena terbukti memiliki risiko yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok.
“Yang tidak boleh dilupakan, produk ini harusnya bisa jadi sebuah solusi untuk mengurangi prevalensi dan risiko merokok jika diregulasi dengan tepat,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: