Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jangan Gegabah! Prevalensi Merokok Bisa Meningkat Gegara ini...

Warta Ekonomi, Jakarta -

Persentase merokok pada penduduk usia di bawah 18 tahun secara nasional masing-masing turun drastis menjadi sebesar 3,87 persen dan 3,81 persen. Bahkan dalam buku Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2020 yang dikeluarkan BPS, disebutkan persentase anak yang merokok selama sebulan terakhir sebesar 1,55 persen pada 2019 dan 1,58 persen pada 2020. 

Argumentasi bahwa kenaikan cukai berhasil menekan prevalensi merokok muda tentu tidak terelakan lagi, di samping faktor lain tentunya. Lalu, apakah kebijakan RPJMN 2020 - 2024 layak ditinjau ulang, mengingat target prevalensi merokok sudah terpenuhi?

Peneliti FEB Unpad Dr. Wawan Hermawan mengungkapkan analisis historis atas pola konsumsi rokok yang diproksi melalui prevalensi merokok usia 15+ di negara-negara anggota OECD dan 6 mitra strategis OECD. Baca Juga: Gejolak Kenaikan Cukai Rokok, Lebih dari 60.000 Pelinting Jadi Korban

Rata-rata prevalensi merokok usia 15+ di negara-negara OECD adalah sebesar 17,1 persen dan untuk OECD 6 persen adalah sebesar 17,4 persen. Mayoritas negara dalam pengamatan menunjukkan trend penurunan dalam prevalensi merokok untuk usia 15+ termasuk Indonesia. 

Indonesia merupakan salah satu negara dengan rata-rata prevalensi merokok untuk usia 15+ yang lebih tinggi dari pada rata-rata OECD dan OECD 6+.

"Kenaikan harga cukai rokok di Indonesia sudah berhasil menurunkan prevalensi merokok, sehingga peningkatan rokok yang terlalu tinggi dikhawatirkan bisa menyebabkan perubahan konsumsi pada jenis rokok yang lebih murah (subtitusi/ rokok ilegal), alhasil bisa meningkatkan prevalensi merokok akibat mengkonsumsi rokok yang lebih murah, " ujarnya dalam program Akurat Solusi Tema: Reformulasi Kebijakan Cukai Rokok & Masa Depan Industri Hasil Tembakau di Hotel Bidakara Jakarta, Minggu (7/11/2021). 

Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat Badan Pusat Statistik (BPS) Ahmad Avenzora mengakui masih ada sebanyak 1,55 persen pada tahun 2019 dan 1,58 persen pada tahun 2020 anak usia 5-17 tahun yang merokok selama sebulan terakhir. Penduduk berumur 30 tahun ke atas menjadi kelompok yang paling banyak dalam merokok sebulan terakhir.

Sekitar 3 dari 10 penduduk berumur 30 tahun ke atas merokok selama sebulan terakhir (31, 51 persen tahun 2019 dan 31,10 persen tahun 2020. "Rata-rata pengeluaran rokok dan tembakau per kapita seminggu untuk jenis rokok kretek filter adalah yang terbesar baik tahun 2019 maupun tahun 2020 yaitu Rp12.876 dan Rp13.424, " ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Ekskutif INDEF Ahmad Tauhid menyatakan, kenaikan cukai tahun 2022 perlu mempertimbangkan aspek pemulihan ekonomi akibat pandemi sehingga level moderat tetap diperlukan. 

"Konsistensi dalam pelaksanaan penerapan formulaf/dimensi sehingga dapat memberikan kepastian bagi kesehatan, dunia usaha maupun masyarakat," imbuhnya. Baca Juga: Ampuh! Ikuti Beberapa Tips Ini Jika Anda Memutuskan untuk Berhenti Merokok

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan berharap kebijakan relaksasi industri ini berlanjut. Pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah untuk dilakukan strategi kebijakan extra ordinary guna memberantas rokok ilegal. 

"Berharap Pemerintah bersimpati dan empati pada industri dengan memberikan relaksasi di 2022 dan melihat kemungkinkan untuk tahun 2022 tidak ada kenaikan cukai dan tidak ada lagi kebijakan yang memberatkan industri tembakau," terangnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Akbar Harfianto menyatakan pertimbangan kebijakan cukai hasil tembakau didasari pada landasan 4 pilar kebijakan meliputi pengendalian konsumsi (aspek kesehatan), peredaran rokok ilegal, keberlangsungan tenaga kerja, optimalisasi penerimaan negara. 

Total beban pajak atas rokok di Indonesia mencapai 62 persen termasuk Cukai, PPN, dan Pajak Rokok mendekati rata-rata beban pajak di negara berpendapatan tinggi. 

“Pada tahun 2020, penerimaan cukai HT terhadap perpajakan mengalami kenaikan menjadi 13,2 persen, dimana rata-rata proporsi penerimaan cukai HT sebesar 10,2 persen," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: