dr. Nadia menganalogikan tinggi dan langkanya stok masker dan APD di awal pandemi yang juga berpengaruh terhadap harga saat itu. Namun, kondisi ini berangsur-angsur membaik dengan semakin bertambahnya produsen masker dan APD seiring berjalannya waktu.
Demikian juga dengan reagen Swab RT-PCR, di mana pada saat awal hanya terdapat kurang dari 30 produsen yang ada di Indonesia. Namun, saat ini sudah terdapat lebih dari 200 jenis reagen Swab RT-PCR yang masuk ke Indonesia dan mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan dengan harga yang bervariasi. Artinya sudah terjadi persaingan variasi dan harga untuk komponen reagen Swab RT-PCR, tambahnya lagi.
Baca Juga: Isu Mafia PCR, Suara Mundur untuk Dua Menteri 'Andalan' Jokowi Ini Mulai Menggema, Next Reshuffle?
Swab RT-PCR masih menjadi gold standar dalam mendiagnosis kasus Positif COVID-19, tidak hanya di Indonesia, namun juga pada level global. Kebutuhan akan pemeriksaan RT-PCR didorong oleh peningkatan pemeriksaan spesimen di Indonesia, di mana angka positivity rate di Indonesia saat ini sudah di bawah 0,4% dari standar yang ditetapkan WHO.
“Semakin cepat kasus positif ditemukan, semakin cepat dapat dipisahkan dari orang yang sehat, tentunya ini dapat mencegah penyebarluasan virus COVID-19 di dalam masyarakat,” jelas dr. Nadia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: